Revolusi Tai Kucing

Mencari Kemungkinan, Dalam Ruang Ketidakmungkinan
Ritme Dialektika Sebuah Kenihilan..
Selamat Tinggal Pengatas namaan Segala Bentuk Pelabelan....
Selamat Datang Absurditas, Dan Lahir Menjadi Realitas..

Tuesday, July 15, 2008

http://revolusitaikucing.multiply.com/

Kunjungi, untuk lebih lengkapnya.........

Labels:

Sunday, May 11, 2008

Cerita Seorang Badjingan Dan Pelacur....

Begitu banyak hal yang sepertinya ingin aku sampaikan, semakin aku ingin menuliskan semakin seperti tercegah dengan menumpuknya prioritas hal-hal yang harus aku kerjakan.

Persiapan sebuah workshop dimana sekaligus mempersiapkan segala bahan dan data-data jauh-jauh hari yang memang dimana aku terikat kontrak di dalamnya untuk sekedar membantu teman di salah satu NGO, di mana sisi lain juga harus menghadapi buah konflik yang terjadi di dalam lembaga itu sendiri yang sedang bermasalah.

Konsolidasi sekaligus Roadshow sebuah kampanye penuntasan kasus penembakan mahasiswa dan refleksi 10 tahun reformasi, juga beberapa hal yang malas aku sebutkan satu persatu.

Konswekensi sebuah sikap yang untuk saat ini memang aku yakini untuk aku jalani.

Beberapa hal yang ingin aku tuliskan itu seperti hilang dimakan kepenatan kesibukan yang aku buat sendiri dan mau tak mau terseret di dalamnya membawanya ke arus dimana aku, ingin segera keluar dari pusaran itu, dan berteriak lega sambil tersenyum dalam dini hari tanpa beban untuk sesuatu yang harus dikerjakan.

Satu hal yang masih membekas, dan seperti hutang kalau tidak aku tuliskan dimana aku menemukan sebuah sisi lain kisah cinta yang sampai saat ini aku malas mendefinisikan.

Kenapa?

Selalu ada hal lain yang tidak bisa aku tebak di mana sisi itu muncul.

Mungkin aku terlalu bebal untuk mengerti itu, ataukah karena sudah sedemikan ter-hegemoninya cara pandangku dari hujaman-hujaman media sehingga aku tidak berkutik untuk berkata tidak pada sebuah dominasi.

Ya, sebuah kisah yang sedianya selalu aku sampaikan seremeh temeh apapun kisah itu, karena aku tidak punya teman yang aku percaya untuk mendengarkan kisah-kisahku tanpa pretensi apa-apa.

Sekali lagi aku tidak percaya, bisa saja mungkin mereka mendengarkan, tapi kemudian sesudahnya memukulku dengan hujaman pernyataan di belakang dengan subjektifitas ketidak konsistenan, atau melulu melihat dari sisi pandangnya.

Akh, berbicara masalah teman saat ini aku seperti kehilangan hal yang bisa aku andalkan walaupun hanya sekedar berbagi keresahan.

Sahabat lebih tepat, hal yang berharga mungkin saat ini jika aku temukan.

Ketika aku mendengar kabar beberapa bulan lalu untuk seorang sahabatku meninggal dan hanya runtutan kenangan yang membekas pada sebuah pertanyaan berkelanjutan tidak ada seorang yang tulus sepertimu untuk saat ini , sobat…

Sebuah beban berat ketika tidak sempatnya aku menjenguk dalam sakitmu sampai ajal menjemputmu, beralasan kapan-kapan bertemu ketika sedikit senggang waktuku.

Aku kemudian berfikir, untuk apa aku mencari teman baik ataupun sahabat jika aku sendiri pun belum bisa melakukan hal itu untuk orang lain, bahkan untuk sahabatku sendiri.

Sampai berita kematiannya aku terima.

Terdiam sesaat aku menuliskan ini, untuk merenung dan tak terasa terbawa dalam lamunan sebuah kesimpulan betapa tidak tahu berterima kasihnya aku ini.

Dan, kembali lagi pada sebuah kisah cinta tadi yang ingin aku sampaikan.

Sebuah ketidak keterdugaan, untuk malam itu.

Untuk seorang perempuan yang membicarakan rasa sayang, yang terpatri dalam hati, begitu kau menjelaskan.

Terdiam aku mendengarkan penjelasanmu sembari sembab air matamu menetes.

Aku katakan, paling tidak bisa aku melihat seorang perempuan menangis hanya untukku.

Apa yang kamu lakukan mengingatkan, tangisan ibuku mencegah pukulan bapakku kalau dia sedang marah berbekal aroma akohol, ketika aku menantangnya berkelahi,

”Kalau berani lawan aku, Anjing....!!!” sekedar teriakan kemarahanku, sisi lain memancing amarah bapakku supaya tidak meneruskan dia memukul Ibuku.

Ya, malam itu.....

Ketika aku ingin bergegas pergi sembari sedikit berpesan, bahwa aku mulai kurang percaya dengan apapun yang berbau kasih sayang, walaupun aku belum bisa menceritakan betapa dalam hati ini bergemuruh penolakan dan pengiyaan sebuah naluri alamiah itu.

Aku bodoh dan bebal sekaligus aku bertanya dalam hati, apakah aku memang sudah sepenuhnya menjadi binatang..???

Erat tanganmu mencegahku, sembari tangisanmu semakin menjadi dan tak berkutik ketika aku meneruskan langkah ingin pergi.

Dalam isakmu, sedikit suaramu tertahan, dalam matamu yang sembab memandangku tajam...

Kau berucap....

”Apakah kau tidak mau, hanya karena aku seorang pelacur..????”

Dalam dekapanmu yang aku rasakan semakin erat.

Tak banyak yang bisa aku katakan, selain aku hanya bisa menjawab...

"Apapun itu, kamu tetap manusia.."

Labels:

Sunday, April 06, 2008

Tabling FNB (Food Not Bombs ) Bandung, kesekian kali


Cuaca mendung, Minggu siang Bandung waktu itu, ada sebersit suasana berbeda untuk mencoba memulai catatan kecil hidup, sedikit kugoreskan dalam ranah sejarah, dalam pengejewantahan hal kecil sebuah keyakinan sebagai media perubahan, kapan..???

Aku tak tahu, tapi setidaknya ..pasti terjadi…

Sebuah hal kecil untuk memasak bersama, mendistribusikan bersama, makan bersama.

Karena semua pun tahu perubahan tidak akan terjadi dalam balutan umpatan ataupun akumulasi kejengahan, yang hanya terlontar media onani tulisan, atau menertawakan bersama teman di selingi botol-botol minuman…

Dan cukup berucap….” Sial, hidup ini Lur….!!!”

Ya…proses yang masih setia kita jalanai, manifestasi kemuakan system dari sebuah konswekensi tentang masih begitu banyaknya makanan yang terbuang, sementara di sisi lain masih banyak pula mereka yang kelaparan.

Dan cukup dicekoki Isme-isme kebangsaan atau moralitas kesabaran untuk mengganjal perut mereka yang kelaparan.

Sementara apa yang seharusnya bisa untuk kita nikmati bersama, tergantikan dengan neraka rakitan atas nama “pertahanan dan keamanan kebangsaan”

Akh…sombong sekali kita ini teman…???

Aku fikir, tidak..!!!

Cukup sederhana dan tidak terlalu mengada-ada untuk memberi arti dalam hidup ini, ketika semua sudah terlabeli dengan harga-harga mati…

Hanya keinginan, bukan sekumpulan latah korban keganasan hegemoni pemikiran untung dan rugi.

“Sendiri Melawan Dunia…!!!”

Kalimat itu begitu menghibur, dari tulisan sablonan di kaos yang teman kenakan…

11.30

Aku terbangun, dari alarm yang sengaja aku pasang.

“bangun tidur kuterus mandi..”

Memang kenapa, kalau bangun tidur tidak langsung mandi..????

Tersenyum teringat dengan pola yang selalu ditawarkan dalam rangka keteraturan hidup.

Bagaimana kental dirasakan sebuah pola yang normative

Tidur teratur, mandi, sekolah/kuliah, pulang, belajar, sudah besar bekerja, sudah bekerja menikah, punya anak, rajin ibadah…bla..bla..bla..

Ha..ha..ha..ha….apa bedanya dengan ayam…bertelur, mengerami, cari makan bersama, petang pulang, pagi pergi lagi…

Hari ini aku masih belum memutuskan untuk pergi ke Unpar atau ke Jln gagak untuk tabling bersama.

Itu sebenarnya alasan kenapa jarang ikut tabling beberapa minggu ini, karena bertabrakan dengan agenda rutin tentang “Crisis Center” yang coba masih dirumuskan dan terus kita lakukan upayanya.

Sudahlah, aku yakin untuk memutuskan, ke jln gagak dan tabling bersama di taman cikapayang Dago nantinya.

Kenapa..???

Ada kerinduan kecil untuk tidak melulu berjibaku dengan teoritik argumentasi perdebatan perubahan sosial, tapi ingin sedikit tersenyum sambil melakukan hal kecil memasak dan mendistribusikan sebagai ungkapan yang juga tidak jauh lebih penting dari pertemuan tadi.

14.00

Melangkah ke luar, menunggu angkutan kota dari arah Cikutra –Pahlawan, disambung ke jurusan menuju jalan gagak.

Ada beberapa teman sudah memulai kerja nyata , memotong sayur dan menanak nasi, tanpa hierarki legitimasi komando.

Cupy, Sarah, Mela, dan Ezy.

Aku datang bergabung dan belum hilang ternyata “paham dan adat tua” mereka, usil menyentil tentang kalung yang sering aku kenakan…

Ungkapan-ungkapan guyonan cukup menjadi menu tambahan selain obrolan-obrolan ringan lain untuk bersama dikonsumsi sebelum makanan yang kita masak jadi.

Adalah untuk bersama sepakat memasak sop, dan oseng kacang panjang, juga Kol goreng, ditambah emping goreng….

Plus lalap timun.

Mmmm…cukuplah,

Tidak lama teman yang lain Dhani tremor, Nona Monik, Diki datang.

Dhani sedikit wajah pucat dari derita typus yang baru saja di derita, dan menjadi media ampuh untuk menakut-nakuti tidak makan gorengan, nasi panas, dll.

Tapi juga jadi pembelaan ternyata..

” wah aku jangan bawa meja deh ke tamannya, kan lagi masa penyembuhan….!!”

Ambil rebutan bagian posisi membawa perlengkapan ke taman Cilapayang masih menjadi Susana yang menyenangkan.

17.00

Sampai di taman Cikapayang Dago, semua bisa menikmati makanan yang kita olah bersama.

Siapapun anda….!!!

Cukup senang melihat hasil masakan habis dalam waktu hitungan menit.

Ada ketakutan tentang makanan yang kurang enak, kadang….

Di situ aku bisa merasakan kenapa dulu ibuku selalu sedih kalau makanan yang di meja tidak habis termakan, sampai bahkan basi.

Bukan hanya itu, sebab aku tahu Ibuku pun kadang sampai menghutang hanya untuk urusan bagaimana agar anak-anaknya kenyang….

Ffffiiiuuuhhh……

Rilian yang tidak lama kemudian datang, juga Frans, ada juga Anggi, dan ada Dewi yang tidak sengaja lewat ke taman.

Ada seseorang sebenarnya memang aku tungu kehadirannya, dan ternyata memberi kabar ketidak bisa hadirannya.

Akh..kecewa aku nona….

Senja merambat malam, sedikit obrolan tentang evaluasi, lebih banyak membicarakan usulan-usulan tentang Microfest 2008 yang dirancang, juga keadaan teman lain yang tidak datang, ataupun lebih banyak tentang obrolan-obrolan lain yang sedikit mengundang tawa.

Bersama kembali ke jalan Gagak, untuk membersihkan peralatan makan dan membereskan hal-hal lain yang diperlukan.

Tidak lama, masing-masing kembali dengan sengkarut pemikiran yang sedang dialami, permasalahan yang harus, dan mau tidak mau tetap kita jalani.

Kembali ke rumah, kostan, ataupun rumah tebengan.

Tapi setidaknya, kita punya hari ini untuk sedikit tersenyum, tertawa lepas sambil memaki kepenatan kalau perlu.

Satu kali dalam seminggu…..

Semoga cukup……..


Catatan Tabling FNB (Food Not Bombs) Bandung, Minggu 6 april 2008, Taman Cikapayang Dago

Labels:

Thursday, March 27, 2008

Munir, Antara Perjuangan HAM dan Kaos Oblong



“Mereka menenteng senjata, mereka menembak rakyat, tapi kemudian bersembunyi di balik keteng kekuasaan....

Apakah akan kita biarkan orang-orang itu tetap gagah..??

Mereka harus bertanggung jawab, sampai detik manapun..!!”

Itu adalah sekelumit dari orasi Munir Said Thalib, sebelum beberapa minggu dia meninggal.

Hingga tahun ke tiga sampai saat ini kematiannya masih menyisakan misteri.

Kenapa, mengapa, alasan apa, seorang Munir kemudian mati secara mendadak, dan kemudian diketahui bahwa kematianya disebabkan oleh racun Arsenic dalam kadar tinggi.

Juga diketehaui belakangan, bahwa kematian Munir sengaja atau direncanakan oleh berbagai pihak yang tidak menyenanginya.

Lantas siapa yang tidak menyenangi Munir, dan kenapa dia tidak disenangi?

Munir Said Thalib, SH lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965. Kepergiannya meninggalkan seorang istri bernama Suciwati dan dua orang anak bernama Sultan Alief Allende dan Diva. Sebelum menceburkan diri secara penuh dalam dunia ”aktivis”, dia sempat bekerja di sebuah perusahaan persewaan sound system dan menjual alat-alat elektronik. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang tahun 1985 ini, memulai karirnya di LBH Pos Malang. Ia masuk sebagai sukarelawan di LBH Pos Malang tahun 1989. Munir memulai seluruh kerjanya dari "basis" buruh dan petani.

Kemudian Munir pindah ke Surabaya dan menjadi Koordinator Divisi Perburuhan dan Divisi Hak Sipil Politik LBH. Tahun 1993 Munir diangkat menjadi Ketua Bidang Operasional LBH Surabaya sampai 1995. Karir Munir di LBH terus berlanjut. Usai menjabat Ketua Bidang Operasional LBH Surabaya, ia dipromosikan menjadi direktur LBH Semarang. Ia hanya tiga bulan di Semarang, kemudian ditarik ke Jakarta menjadi Sekretaris Bidang Operasional Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Kemudian Munir menjadi pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) serta menjadi Koordinator Badan Pekerja di LSM ini. Di lembaga inilah nama Munir mulai dikenal, saat dia melakukan advokasi terhadap para aktivis yang menjadi korban penculikan rejim penguasa saat itu. Perjuangan Munir tentunya tak luput dari berbagai teror berupa ancaman kekerasan dan pembunuhan terhadap diri dan keluarganya. Usai kepengurusannya di KontraS, Munir ikut mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial, di mana ia menjabat sebagai Direktur Eksekutif.

Saat menjabat Koordinator KontraS namanya tenar sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus. Setelah Suharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus (waktu itu) Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota Tim Mawar.

Juga, dimana usahanya untuk menguak kasus-kasus, pelanggaran HAM berat masa lalu.

Seperti Tanjung Priok, Talangsari, DOM Aceh, penembakan mahasiswa Trisakti, Semanggi I & II, dll.


Itu sekelumit tentang cerita sejarah hidup Munir, dan itu sebabnya mengapa banyak orang menganggap dia sebagai pejuang Hak Asasi Manusia.

Ada hal yang menarik ketika beberapa minggu lalu saya melihat gambar wajah munir terpampang dalam sablonan kaos di sebuah FO yang cukup besar di Bandung, lengkap dengan alat patung peraga yang didandani ala model.

Saya jadi teringat dengan icon Ernesto Che Guevara tokoh Revolusioner legendaris abad XX. Dia jadi ikon revolusi yang potretnya melekat di kaos oblong, poster, pin, dan aksesori lainnya. Kalimat "Hasta la victoria siempre!" yang ditulisnya kepada Castro saat meninggalkan Kuba telah menjadi salam heroik anak-anak muda.

Ada pengalaman lucu, ketika suatu saat saya menghadiri pagelaran musik Underground di Bandung, ketika salah satu kelompok musik tampil dan beberapa personelnya memakai kaos bergambar Che Guevara, teman saya bertanya ”Che Guevara itu, vokalis band apa ya..?”

Begitupun dengan gambar Munir, ada yang pernah bertanya ”itu fotonya Ucok ya..??” (Ucok adalah Vokalis Band HipHop Underground ”Homicide” yang melegenda dan Cukup kontroversial di Bandung)

Karena Band ini pernah membuat aksesoris yang bergambar Munir, juga beberapa karyanya yang memang diperuntukkan untuk almarhum Munir.

Ada kecenderungan sepertinya ketika Ikon-ikon dipakai dan si pemakai merasa dirinya menyatu dengan Ikon yang dipakainya.

Misalkan seorang memakai kaos bergambar Che Guevara, serta merta dirinya merasa sudah Revolusioner.

Tanpa Sadar si pemakai telah masuk ”perangkap” tak-tik marketing dari si produsen, yang mungkin berlawanan dengan esensi dari Ikon yang dipakainya.

Bukan berarti di sini saya mau mengatakan, jangan memakai ikon-ikon semisal Che Guevara ataupun Munir.

Hanya sungguh sayang ketika memakai Ikon tadi kita lupa esensi dari orientasi perjuangannya itu sendiri.

Kalau kita berbicara tentang seorang Munir, juga tidak bisa dilepaskan berbicara tentang apa yang pernah ia perjuangkan semasa hidupnya, perjungan tentang penegakan Hak Asasi Manusia.

Sampai saat dia meninggal, ada beberapa kasus yang masih menjadi PR bagi penegakan Hak Asasi Manusia di Negeri ini.

Kaitannya dengan bagaimana Munir mencoba membongkar pelanggaran HAM masa lalu, seperti kasus 65, Tanjung Priok, Talangsari, Penembakan Misterius, dll.

Atas keberanian dia bersikap membongkar kasus-kasus itu ditengah masih kuatnya Militeisme di negeri ini tidak ayal banyak teror-teror yang dia terima.

Dari pengklaiman seorang Yahudi, atau seorang Komunis sekalipun.

Menarik ketika kita bicara tentang masalah gerakan Kiri di negeri ini, serta merta

gerakan “Kiri” menjadi menakutkan dan dibumbui mitos bahwa gerakan kiri itu komunis, dan komunis pasti atheis, tentu kalau atheis sudah pasti sadis...

Alamak, sebegitu konservatifnya dan sesederhana itukah masalahnya..???

Lantas apakah selain gerakan kiri pasti tidak sadis, belum tentu juga kan..???

Istilah kiri dan kanan dalam percaturan politik biasa terjadi, begitupun di Indonesia.

Tentunya tidak serta merta istilah itu ada, tentu kalau kita merunut sejarah akan sebuah istilah kiri dan kanan begitu panjang dan evolutif.

Kembali tadi tentang masalah Hak Asasi Manusia, Tentu sisi lain kalau kita juga berbicara masalah Hak Asasi Manusia, adalah bukan semata kepemilikan gerakan kiri ataupun kanan.

Hak Asasi Manusia adalah masalah Universal, yaitu hak-hak kodrati setiap manusia.

Seperti Hak untuk hidup layak, hak untuk tidak mendapatkan penyiksaan, hak untuk tidak terdiskriminasi, dll.

Ada hal yang menarik, belum lama ini ada ulasan ketika Koordinator Kontras, Usman Hamid menunjukkan dokumen briefing Intelijen di lingkungan komando teritorial TNI yang ditemukan Kontras.

Dokumen itu meminta militer mewaspadai gerakan kiri atau komunisme yang berlindung di balik isu pro demokrasi dan penegakan Hak Asasi Manusia.

Tentu ini tidak lepas dari peristiwa kontroversial, september 1965.

Terlepas se-kontroversial apapun masalah itu, fakta yang ada pada waktu itu terhitung manusia mati sampai hitungan puluhan ribu bahkan lebih, belum lagi mereka yang dipenjara tanpa proses peradilan, stigmatisasi, pembatasan akses, diskriminasi kewarga negaraan, dll.

Siapa yang bisa membantah itu?

Diperparah lagi ketika gerakan pro demokrasi dan penegakan Hak Asasi Manusia Indonesia saat ini diidentikkan dengan gerakan kiri, sudah barang tentu kemudian dikaitkan mitos turun temurun kiri itu komunis, komunis itu atheis, dan pasti sadis.

Terlau panjang mungkin ketika harus memaparkan tentang sejarah Hak Asasi Manusia itu sendiri, tapi setidaknya deklarasi HAM yang dicetuskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948, tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak peradaban umat manusia setelah dunia mengalami malapetaka akibat kekejaman yang dilakukan negara-negara Fasis dan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.

Deklarasi HAM sedunia itu mengandung makna ganda, baik ke luar (antar negara-negara) maupun ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan di negara-negaranya masing-masing.

Makna ke luar adalah berupa komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar negara-bangsa, agar terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan yang dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM sedunia itu harus senantiasa menjadi ”pengayom” untuk rakyat dari masing-masing negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh pemerintahnya.

Mungkin itu pandangan yang terlalu umum ”Eropa/Amerika” sentris.

Bagaiamana kita juga bisa melihat bahwa pada dasarnya Hak Asasi Manusia juga menjadi pedoman dari setiap agama yang ada.

Kita mengenal konsep Islam dengan Rahmatanlilalamin(rahmat untuk semua alam), atau konsep Kristen dengan kasih sayangnya, ada lagi Budha dengan Welas asihnya, dll

Apa yang dilakukan Munir saat itu juga tidak jauh dari apa yang diuraikan diatas, dia mencoba membongkar kejahatan militeristk di negeri ini yang selalu berlindung di balik tameng kekuasaan.

Pertanyaanya kemudian adalah, apakah menjadi semacam pembenaran ketika membunuh, menyiksa, menculik sah dilakukan kalau atas nama Bangsa?

Bukankah pemaksaan Ideologi Tunggal juga bagian dari pelanggaran Hak Asasi Manusia?

Bukankah munculnya kiri dan kanan pasti akan selalu terjadi dalam ranah politik di negeri ini?

Bukankah Hak Asasi Manusia bukan milik dominasi gerakan kiri ataupun kanan?

Bukankah pelanggaran Hak Asasi manusia juga dilakukan oleh gerakan kiri dan kanan di negeri ini?

Bukankah sejarah negeri ini sampai sekarang, adalah sejarah pelanggaran Hak Asasi Manusia, siapapun rezimnya.

Dan, siapa yang bisa membantah itu...????

Bukankah, perjuangan Hak Asasi Manusia tidak akan berhenti, hanya karena Munir mati..???

Alih-alih perjuangan HAM seperti sudah dilakukan, ketika memakai icon Munir di kaos oblong ataupun mengutip pernyataan Munir, takut-takut hanya akan berhenti pada simbolisasi, lebih parah menjadi mitos.

Kalau itu yang terjadi, kita kalah untuk kesekian kali.

Salam....


Labels:

Wednesday, March 19, 2008

Terima kasih Atas Tamparanmu, Kawan…


Kau menampar dan menelanjangiku dengan ungkapan lugasmu itu, satu eksistensi kesepian dalam wacana penelusuran abjad kehidupanmu sampai saat hari ini.

Kau berujar…. “Dalam hidup ini aku hanya diajarkan untuk kehilangan… Untuk mempertahankan apa yang tidak akan ku miliki…… Untuk mencintai orang yang salah… Untuk menyayangi orang yang akan pergi… Dan untuk menghadapi mimpi dalam hidup nyata.....”

Diam aku mendengar ucapanmu, yang lebih menghentak dari seperti uraian setumpuk buku filsafat idealisme langitan sekalipun, atau petuah bijak ala orang suci…

Sama sekali ucapanmu tidak ada kesan bahwa kau ada dalam sebuah posisi seorang petuah kebajikan…

Kau hanya berujar tentang proses ranah apa yang mereka sebut istiqomah…

Tapi apakah kau tahu…???

Kalimatmu menikam dalam sampai sumsum tulang jiwa sepiku yang aku berharap tidak ada yang akan mendengar…

Juga termuntahkan segala tetek-bengek ranah filosofi prinsipil anjing tai kucing itu…..!! Kau seperti berujar, dengan nada halusmu itu… “Sampai kapan kau akan bersembunyi dan berlindung dalam apologimu itu, bajingan…???!!!”

Akh…tampar saja aku kawan, kalau perlu tendang saja sampai aku terjungkal… dan tubuhku sampai babak belur, kalau itu bisa membuat aku semakin sadar, akan kebajinganku….

Ada semacam ketabahan yang kau selalu mengaitkan dengan seseorang yg pernah melahirkanmu… apa alasan.?

Kadang hanya cerita getir yg kau gulirkan dan yang sempat aku perdengarkan tentang keikhlasan memberi sekaligus kesiapan dlm kehilangan.

Dan aku tangkap sebagai bentuk aktualisasi diri dari penghormatan seorang perempuan ringkih almarhumah seorang ibumu…

Akh...iri aku mendengarkan kisahmu kawan, yg dengan sepenuhnya aku melihat kau terinspirasi dari sebuah kisah yg aku mulai jengah ketika di seberang lain banyak terdengar rentetan kemunafikan bersembunyi di balik dalih kesetaraan….

Aku angkat topi untukmu, kau masih berdiri dan melihat seonggok masa lalu yang kau amini sebagai langkah hidup dlm melihat sisi lain seorang manusia dan kemanusiaan…. Ya...filosofi utk siap dlm kehilangan dalam dialektika hidup, kemudian mati...... Kiranya kau cukup pantas ketika berujar …

Kebahagiaan memang untuk diyakini…..

Labels:

Saturday, March 15, 2008

Perselingkuhan Syariat ambiguitas kemanusiaan..



Katamu, sampai kapan aku akan bertahan menghindari kenyataan…???

Sampai kesimpulan kejengahan mungkin yang kau lontarkan ketika mengatakan dulu tidak kenal, dan anggap saja sekarang juga tidak pernah kenal….

Paradoks, ketika kau selau berucap tentang kepentingan ala silaturahmimu itu dibalik syariat tai kucing yang dulu aku anggap sebagai sebuah solusi...

Ternyata tidak jauh dari sebuah sistem selingkuh orientasi kekuasaan…

Tidakkah juga kau mempertanyakan tentang sesuatu yang kau peluk itu, dibawah ancaman kekafiran jika kau sedikit berpaling untuk menjadi legitimasi pengamanan....

Atau juga janji tidak mendapat surga di atas sana nanti… ???

Aku hanya bertanya kenapa kau bantai, dari mereka yang mengadu argumentasi ancaman rajaman dan setimpal hukuman mati...???

Lantas dengannya kau berambigu untuk tidak mau terlalu terlena dengan pesonanya….

Bohong….!!!!

Kau selalu menapaki sebuah harga-harga konsumerisme atas nama ibadah dan wujudiah tata cara sunah….

Tidakkah lagi kau juga bertanya tentang sudah berapa lama institusimu itu dalam pelukan, katakan dengan lirih hatimu, selain cekokan kesabaran dalam realita himpitan atas sistem nilai lebih yang menikam , dan jalan keluar do'a keimanan...

Aku nyatakan keimananku adalah untuk tidak mengimani sesuatu yang menghisap dan berlindung di balik keberkekalan keagamaan.....

Sudah berapa lama…????

Puluhan tahun…???

Ratusan tahun…???

Ataukah ribuan tahun..???

Ataukah lebih..???

Jawab...!!!!!

Dan apa yang ia berikan..???

Tidakkah kau juga melihat sebuah perselingkuhan di dalamnya atas nama ibadah yang bersembunyi di balik janji sabar sebuah proses poligami….

Seharusnya kau sendiri yang berbicara dan sedikit berkoar..

Jika kau sedikit punya nyali….

Bela kaummu itu…

Yang selalu dicekoki atas nama kesabaran …..

Maaf jika aku sedikit ikut campur dalam ranah institusi syariat sucimu…

Tanpa embel-embel mahluk mulia, atau syariat system kesetaraan...

Dan paling kau akan berujar dengan wajah merah kemarahan, baiat kekafiran...

Aku akan menimpali, siapa yang berhak menyandangkan status suci atau kemurtadan..???

Katakan....aku lebih percaya tentang kemanusiaan daripada firman bacot ketuhanan...

Salam…

Labels:

Friday, March 14, 2008

Kembalilah Kau Bersama Bumi….



Lama Kita tak bersua...

Dulu bersama kita tertawa dan menertawakan masing-masing kepongahan kita..

Bersama merenung membayangkan kita keluar…..

Dari bentuk irasional feodal atas nama pesantren…

Setelah itu…

Kau memilih untuk mendamaikan hidupmu dengan caramu…

Bersama pilihanmu kau mencoba mengamini mitos kebahagiaan keberkeluargaan..

Bukan keberkeluargaan sebenarnya yang membuatmu bahagia..

Tetapi lebih kepada keyakinan akutmu akan itu..

Dan aku lebih memilih hidup dengan cara damaiku juga…

Untuk selalu beralih satu tempat ke tempat lain dalam ritme jalanan yang aku rasakan

Yang ternyata lebih manusiawi daripada institusi keagamaan itu...

Dan…

Lama kita tak bertemu…

Ada bayanganmu sekilas ketika aku meniti jalan…

Sepintas teringat untuk mengajakmu dalam harapan yang sedikit aku coba semaikan…

Walaupun lebih banyak sesuatu yang memuakkan..

Dan ternyata ketika aku coba menemuimu…

Kau telah pergi…

Sendiri....

Selamanya…

Dan tentunya tak pernah kembali…

Selain dari kenangan kepongahan kita...

Dan meninggalkan setumpuk kenangan lainnya

Juga buah kebahagiaan atas pasangan yang kau yakini..

Selamat jalan kawan..

Sebisa mungkin aku coba ciptakan mimpi dulu kita bersama..

Saat meringis bersama menahan lapar ...

Dan harus kenyang dengan cekokan moralitas…

Damai menantimu di sana

.. .....

Sebab di sana

tidak ada tangis dan tawa..

Tenanglah kau kembali bersama bumi…..

(Untuk Andi, pergilah bersama mimpimu....)

Labels: