Revolusi Tai Kucing

Mencari Kemungkinan, Dalam Ruang Ketidakmungkinan
Ritme Dialektika Sebuah Kenihilan..
Selamat Tinggal Pengatas namaan Segala Bentuk Pelabelan....
Selamat Datang Absurditas, Dan Lahir Menjadi Realitas..

Friday, August 17, 2007

Khilafah, Circle A, Koalisi Partai, Kebenaran Dan Kemiskinan



Barusan aku melihat Di layar televisi, Pemandangan tentang Konferensi atau apapunlah namanya semacam kumpulan Internasional di gelora Bung Karno Jakarta, Temu Internasional dalam tema 'saatnya Kilafah memimpin dunia", begitu kira-kira.

Gema takbir yang Berkumandang, diselingi dengan pekikan “Saatnya Kilafah Memimpin Dunia, Allahu akbar, Allahu akabar..!!!”

Karena Saatnya Kilafah Memimpin Dunia, dengan Syariah Islam sebagai alatnya, untuk menghadapi sekularisme dan kapitalisme negeri kafir, “Allahu akbar..!!”

Terus Pekikan itu berkumandang…

Sedikit mengutip dalam catatan pinggir Goenawan Mohammad, Tempo Edisi 20-26 Agustus 2007.

"Saya kira tak ada ironi, itulah yang tampak mencolok Ketika Hizbut Tahrir menghimpun 70 ribu orang di jakarta pekan lalu, Organisasi ini mencita-citakan berdirinya kembali "Khilafah" di dunia Islam.

Dan sekaligus ia menolak Demokrasi, tak tampak usaha mengambil jarak dari desain besar itu.

Tak terdengar selintas pun keraguan apalagi cemooh yang dibiarkan menganggu.

Tampaknya tak diperlukan segera renungan dan jawaban:

Bagaimana sang "Khalifah" di pucuk kepemimpinan Ditentukan? Oleh siapa? Bagaimana membentuk kekuatan yang bisa menghapus dan mengatasi kedaulatan nasional yang terbangun selama ini?"

Begitu seorang Goenawan Mohammad menyikapi dalam catatan pinggirnya.

Kemudian terlintas tentang gambaran sejarah dari "Khilafah" mereka yang melulu tentang masa lalu seperti langit jernih penuh bintang, damai sentosa.

Seakan-akan tak pernah ada bencana kemanusiaan, bahkan banjir darah.

Seakan-akan tak pernah ada Murad III (1574-95) yang punya 103 anak dari sederet isteri, sebuah keadaan yang menyulitkan soal kekuasaan dalam khilafah Usmani.

Anaknya Muhammad III (1595-1603), memulai bertakhta dengan membunuh 19 orang saudaranya sendiri.

Murad IV (1623-40) melakukan hal yang sama, dan hanya membiarkan seorang adik hidup hanya karena si adik lemah mental.

"Islamisme" gagal belajar dari kondisi itu, Islam dianggap sebagai "jawaban yang sempurna" untuk membangun sebuah masyarakat yang "sempurna" .

Ada usaha menghapus wajah hidup yang tragis dan cela.

Yang tragis, kurang, negatif, dianggap tak punya peran dalam politik.

Tak mengherankan bila Hizbut Tahrir, didirikan oleh Taqiuddin al-Nabhani seorang Qadi dari Yerussalem pada tahun 1953, menampik Demokrasi.

Atas nama Umat yang selalu terdzolimi mereka menginginkan kembali kejayaan Islam, dan akan terus membela agama Allah…

Padahal Hidup tak cocok dengan "politik kesempurnaan" hidup adalah tempat "politik kedhaifan" , politik yang tawakal dan tidak cepat marah.

Ada satu ungkapan yang menarik, Semut tahu formula bukit semut, lebah punya formula sarang mereka, tapi manusia tak punya formulanya sendiri.

"Allahuakbar..Allahuakbar...Saatnya Khilafah memimpin Dunia..!!!!"

Begitu sering terdengar dari siaran ulang yang disiarkan salah satu stasiun televisi Nasional tersebut.

***

Tempo hari aku baru pulang dari kostan teman, sekedar main dan ngobrol-ngobrol.

Keasyikan Ngobrol sampai pada temanku bercerita tentang kekecewaan dia, karena tengah bulan ini tidak bisa mengikuti pertemuan “Circle A”, begitu aku sering menyebut perkumpulan/komunitas temanku yang kadang aku ikut nongkrong bareng mereka tentang orientasi anti otoritarian dasar dari kumpulan/komunitas tersebut.

Dan acara itu akan berlangsung di Jogjakarta pertengahan bulan ini, juga informasi dari temanku tadi akan hadir perwakilan dari beberapa kota di Indonesia, selain sebagai wadah juga untuk ke depan, Dalam pertemuan yang lebih luas dalam lingkup Asia, Selain juga membicarakan isu-isu lain,

Temanku ini bercerita tentang kekecewaanya sebab ia tidak bisa mengikuti karena ada sidang Tugas akhir/skripsinya.

***

Beberapa Minggu yang lalu aku membaca majalah politik mingguan tentang Bergabungnya atau berkoalisinya dua partai besar di Indonesia, atas nama peneguhan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Satu partai yang masih aman ketika masa Reformasi dulu selalu dihujat dan dituntut untuk dibubarkan karena dinilai mencetak birokrat-birokrat korup dan Pelanggar Hak Asasi Manusia, juga dalam money politik yang kental dalam setiap Pemilu, yang dimana si partai ini selalu bisa memenangkan, dan kemudian tak jelas bagaimana peradilannya sampai sekarang.

Satunya lagi partai yang terkenal sebagai partai oposisi dan terkenal dengan “membela wong ciliknya” kemudian tiba-tiba bergandengan tangan sambil senyum dan ketawa-ketawa.

Padahal tempo beberapa bulan yang lalu begitu dengan kerasnya dia mengkritik tentang kinerja partai yang sekarang menjadi partnernya.

Nyaris setelah dua partai besar ini berkoalisi tidak lagi terdengar kritik-kritik semacam kasus lapindo, kasus perburuhan. dll

Drastis yang dibicarakan dua partai ini kemudian tentang peneguhan / keutuhan NKRI tapi tak jelas riil nya seperti apa, pun dengan tegas mereka menolak dikatakan sebagai persiapan dalam rangka pemilu 2009 yang sebentar lagi.

***

Sejenak kemudian aku ingin menuliskan tentang fenomena –fenomena tersebut, semacam ada keresahan yang ingin aku bagikan.

Keresahan apa aku juga tidak tahu benar.

Subjektif/objektif, ilmiah/tidak ilmiah, bukan ke orientasi ke sana sebenarnya.

Lantas..????

Ditengah-ditengah keresahan tadi., aku membaca Koran pagi, ada yang menarik dalam sebuah kolom yang tak terlewat aku baca di seiap minggunya kolom itu muncul.

Kolom Asal-usul, begitu harian ini menyebutnya.

Judulnya adalah “Sahadat”, karena mungkin masih dalam suasana Isra Mi’raj.

Tidak terlalu penting aku kira untuk membicarakan tentang Isra Mi’raj itu sendiri, selain hanya sebagai rutinitas tahunan.

Yang lebih menarik adalah bahasan si penulis kolom Asal usul tadi dalam ia meramu moment Isra Miraj dengan keresahan yang mungkin si penulis rasakan juga.

Awalnya ia Bertutur tentang manifestasi Sahadat dalam Islam atau semcam janji, ketika itu tidak ada gunanya atau kurang terjamin keaslianya tanpa dihadapkan denngan realita yang harus dihadapi dalam rangka peneguhan janji itu sendiri.

Lantas ia memanifestasikan sahadat/sumpah dalam bentuk yang lebih luas, ketika Hakim, Jaksa, Presiden, Polisi, Menteri, Dirjen, Sekjen, Aktivis LSM, Gubernur, Bupati, walikota, camat, Lurah, carik, Wartawan, politisi, Kyai, pastur, pendeta, sadarkah bahwa jabatan/predikat mereka juga diuji?

Termasuk predikat dari “Manusia” itu sendiri.

Di dalam hidup, “sahadat’ itu campur aduk menjadi satu dan kelihatan ruwet di mata hati yang tak dibuka untuk menjadi tempat bagi keadilan dan kebenaran, maupun kemanusiaan.

Janji/Sahadat itu diolah dalam otak, sisi “pintar/logis” manusia yang cenderung “minteri” (Menggurui) pihak lain, dan tak pernah singgah di dalam hati nurani yang memihak sikap adil dan manusiawi.

Lembaran berikutnya aku tertarik membaca kolom “Persona” yang memuat salah satu tokoh penerima nobel perdamaian dunia tahun ini.

Dia terkenal dengan memberikan pinjaman kepada orang miskin di negara Bangladesh sana.

Ia membongkar pandangan tentang kebodohan dan kemalasan, kutukan dan ketidak mungkinan ciptaan system ekonomi-politik, budaya, dan birokrasi, yang membuat orang miskin tetap miskin, tetapi kemiskinan menjadi proyek Hutang.

Adalah seorang Muhamad Yunus (67) tahun.

Penerima Nobel yang agak “aneh” karena biasanya penerimanya adalah para pembela HAM/mereka yang berkecimpung dalam perdamaian negara konflik, atau semacamnya.

Kelaparan hebat di Bangladesh mengubah hidupnya, Tahun 1975-1976 dia memimpin mahasiswanya kuliah lapangan ke Jopra, desa dekat Chittagong, memperkenalkan perbaikan teknik bertanam padi dan mendirikan koperasi Irigasi.

Dia menyadari Usahanya itu tidak menyentuh orang yang paling butuh bantuan.

Mereka yang tidak punya tanah, aset, orang desa yang miskin.

Saat itulah ia bertemu seorang perempuan pembuat kursi yang meminjam dari lintah darat kurang dari satu dollar AS untuk modal, tetapi si lintah darat menentukan segalanya.

Dengan bantuan mahasiswanya, dia menemukan 42 perempuan dengan nasib yang sama.

Muhamad Yunus meminjamkan uangnya 27 Dollar AS sebagai Modal kepada 42 perempuan itu.

Itulah awal Grameen Bank atau bank Desa untuk orang miskin tersebut.

Ia percaya tesis besar Kapitalisme tentang system ekonomi yang kompetitif, tapi menolak ketamakan.

Perjalanannya untuk membuktikan bahwa orang miskin bukan beban adalah perjuangan yang menarik.

Ia mendefinisikan konsep pembangunan sebagai perubahan yang kompleks.

Dan selalu posisi orang miskin dibiarkan pada posisi penerima sedekah.

Ia membongkar kepalsuan tentang pelatihan dari pihak pemberi hutang.

Sekitar 100.000 pengemis kini bergabung dengan program bebas bunga, bisa membayar kapan saja, dan 5000 diantaranya sudah berhenti mengemis.

***

Kemudian terbesit dalam pikiranku, bukankah konsep Muhammad Yunus itu ada dalam konsep semacam Koperasi Indonesia ???

Atau Dalam Syariah Islam, yang begitu heroik kalau membicarakan orang miskin.

Diceritakan tentang bagaimana salah satu sahabat Rasulullah ketika setiap malam dia berpatroli untuk melihat adakah tetangganya ada yang belum makan.

Sampai ditemukan seorang Ibu yang merebus batu sampai mendidih hanya untuk menghibur anaknya yang kelaparan agar ia tertidur.

Sampai kemudian hal itu diketahui sahabat nabi, dan dia menagis melihat kejadian itu.

Lantas dia kembali ke gudang Baitul Mall untuk memberikan beberapa kantung gandum.

Sampai dia sendiri yang memikulnya untuk diberikan kepada si Ibu dan anaknya tadi yang kelaparan.

Bukankah Rencana-rencana pengentasan kemiskinan itu selalu ada dalam janji kampanye partai, atau dalam Undang-Undang Dasar 1945 ???

Bukankah itu juga yang sering menjadi tema perbincangan tentang permasalahan kemiskinan untuk menuju kesetaraan dalam arti ketika siapaun manusia berhak atas makanan, dan menjadi kegiatan mingguan, walaupun tidak setuju dengan otoritas negara atau otritas konstitusi dalam bentuk pasifnya.

Bukan itu yang menjadi soal.

Yang menjadi soal adalah, Bukankah Norma-norma tetap saja berjalan, dan realitas juga berjalan dengan wajahnya sendiri..?????

Itulah kebenaran, dari sisi manapun melihat, Kebenaran tentang realita hari ini.

Kebenaran realita tentang kelaparan, kebenaran realita tentang kemiskinan…

Lantas, masihkah terus melulu mencari format apa itu tentang “Kebenaran" yang tidak beranjak dari pemikiran antah berantah langitan.

Labels:

5 Comments:

At 1:09 AM , Blogger rylsick said...

lur, kamana atuh eta berhalana.hehe

 
At 10:05 PM , Blogger Ifanov said...

Waduh..waduh...kenapa banyak yg nanyain "berhala" ku ya..???
Kenapa nggak nanyain, Lur pny duit nggak?, lur mau makan enak nggak?, Lur lg "jalan" sama siapa?..Hue..hue..hue....!!!!!

 
At 4:15 AM , Anonymous Anonymous said...

Hai kawan aku merindukan mu. meski skat ideologi kini telah membuat kita jauh, dan jauh...
aku mewakili orang-orang yang dulunya sempat singgah dipersimpangan "Kiri Jalan" dan kini bergerak lurus sambil mengibarkan panji Liwa Raya.Allah hu Akbar...

 
At 5:23 PM , Blogger Eko Purwanto said...

mas ivan... yang bershio tikus....
shio yang paling gak branding selain monyet babi, asu alias anjing...
ok shio gak penting
shio may gak...nolak
bang ivan....
kebangkitan khilafah sudah di prediksi BARAT, NIC NATIONAL INTELEGEN COUNCIL mereka memprediksi sebelum 2020

NEW CaLIPHATE will be coming...
Capitalism will be down


bendera apa yang akan kita kibarkan?
nation state?
organisasi?
bendera ideologi kafir yg sudah sobek-sobek?

Ar Rayah- Al Liwa...
itulah bendera revolusi kita...


Belajar yang banyak...
ttg Islam, (jangan sinis ttg HT, dst sebelum tau...)

kalo merasa goblok mau bertanya itulah tanda sadar..
tapi
kalao bodoh gak ngerti bodohnya..
malah sok pinter...lihatlah
ulil absar, gusur, JIL dkk..

awas jangan.. jadi agen barat.
kita sudah hidup di jaman akhir.... mo kiamat
sudah dekat..

apakah kita berpihak di kekuatan zionis, iluminati, dajjal...sai baba
atau....Hizbullah(1953).... yang merekatkan umat Islam ....
dalam Superstate.....Super power of muslim world...
semoga kita semua di berikan...
kemapuan membedakan kebaikan dan keburukan... memilih dan meneruskaan perjuangan MUhammad SAW Nabi Akhir jaman...
sampai datangnya IMAM MAHDI


(hanya JIL dkk yang kebliger, cuma bisa "makan" dengan upah dari juragan washington-Zionis untuk membela orang gila yang ngaku jadi nabi, musadeq, lia edan,.....
merekalah sekumpulan cecunguk, pecundang dan penyebar ideologi tai kucing....sampai tai dajjal...


semangat mas IVANO CAPITALISM :-)
Salam Perjuangan.....

 
At 8:00 AM , Blogger Ifanov said...

mau allhu akbar kek...
mau anjing huakbar kek...
mau kapitalis kek..
mau zionis kek..
mau khilafah kek..
mau sosialis kek..
mau kanan kek..
mau kiri kek..
makan tuh sendiri..!!!

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home