Yap Thiam Hien

Yap Thiam Hien (1913-1989)
Yap Thiam Hien seorang pengabdi hukum sejati. Ia mengabdikan seluruh hidupnya berjuang demi menegakkan keadilan dan hak asasi manusia (HAM). Namanya telah menjadi sumber inspirasi dan obor api semangat bagi segenap pejuang keadilan dan HAM di negeri ini. Pria Tionghoa ini seorang advokat teladan yang berani dan tanpa pamrih selalu hadir paling depan membela orang-orang tertindas. Patutlah namanya diabadikan sebagai nama penghargaan penegakan HAM: Yap Thiam Hien Award.
Sehingga, walaupun pejuang HAM, kelahiran Banda Aceh 25 Mei 1913, ini telah wafat 25 April 1989, namanya tetap hidup menjadi sumber inspirasi dan obor api perjuangan hak asasi manusia yang terus menyala, tidak pernah padam. Ia telah menjadi teladan dan guru bagi banyak advokat terkenal di negeri ini. Semangat juangnya untuk menegakkan keadilan diukir dalam lambang Yap Thiam Hien Award dengan semboyan Fiat Justitia, Ruat Caelum yang artinya tegakkan keadilan, sekalipun langit runtuh.
Agaknya, itu pulalah menjadi makna paling hakiki dari penganugerahan Yap Thiam Hien Award, yaitu suatu sumber nyala api semangat meneruskan (estafet) perjuangan hak asasi manusia sebagai komitmen terhadap kemerdekaan, keadilan dan peradaban. Suatu obor estafet hak asasi manusia. Sekaligus sebagai penghormatan dan penghargaan kepada Yap Thiam Hien, walaupun dia tidak mengharapkan penghargaan itu.
Yap Thiam Hien Award yang adalah penghargaan bidang HAM yang pertama di
Siapa Yap Thiam Hien? Sudah banyak cerita (kisah) tentang dia. Ia seorang pejuang hak asasi manusia di
Ia dikenal sebagai seorang advokat teladan yang mencerminkan prinsip dan idealisme seorang penegak hukum yang ideal. Seorang pejuang hak asasi manusia yang gigih memperjuangkan hak-hak kaum terpinggir dan minoritas. Ia sosok advokat yang menjadi teladan dan sumber inspirasi bagi para penegak hukum generasi sesudahnya.
Sebagai advokat, ia tidak pernah memilih-milih klien untuk dibela. Sejak aktif sebagai advokat tahun 1948, ia selalu melayani kepentingan masyarakat dari semua lapisan tanpa kenal lelah. Hampir setiap perkara yang ditanganinya sarat dengan isu-isu yang bersangkutan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip negara hukum dan keadilan. Ia tak pernah takut berhadapan dengan kekuasaan walaupun risikonya bisa menyulitkan dirinya, ditahan dan dipenjara.
Memang, ia seorang advokat yang pantas menyandang predikat istimewa dalam penegakan hukum dan keadilan di
Contohnya, ia pernah membela pedagang di Pasar Senen yang tempat usahanya tergusur oleh pemilik gedung. Saking ‘geram’-nya ‘Singa Pengadilan’ ini bahkan menyerang pengacara pemilik gedung itu dalam persidangan, dengan mengatakan: “Bagaimana Anda bisa membantu seorang kaya menentang orang miskin?” Yap, salah seorang pendiri Lembaga Bantuan Hukum
Pada era Bung Karno, Yap (panggilan akrabnya) menulis artikel yang mengimbau presiden agar membebaskan sejumlah tahanan politik, seperti Mohammad Natsir, Mohammad Roem, Mochtar Lubis, Subadio, Syahrir, dan Princen.
Begitu pula ketika terjadinya G-30-S/PKI,
Ia juga membela Soebandrio, bekas perdana menteri, yang menjadi sasaran cacian
Yap juga seorang tokoh yang antikorupsi. Ia bahkan sempat ditahan selama seminggu pada tahun 1968 sebagai akibat kegigihannya menentang korupsi di lembaga pemerintah.
Pada Peristiwa Malari (Lima Belas Januari) 1974,
Yap Thiam Hien, anak sulung dari tiga bersaudara buah kasih Yap Sin Eng dan Hwan Tjing Nio, dibesarkan dalam lingkungan perkebunan yang sangat feodalistik. Kondisi lingkungan feodalistik ini telah menempa pribadi cucu Kapitan Yap Hun Han ini sejak kecil memberontak dan membenci segala bentuk penindasan dan kesewenang-wenangan.
Semangat antipenindasan ini telah mendorongnya untuk giat belajar. Ia sadar bahwa pendidikan adalah syarat utama untuk bisa melawan penindasan. Tanpa pendidikan akan sulit bagi seseorang melepaskan diri dari penindasan, apalagi untuk membela orang dari penindasan. Maka ia pun dengan tekun belajar di
Setamat dari MULO,
Kemudian ia pindah ke
Belum puas dengan tingkat pendidikan yang diperolehnya, setelah kemerdekaan, Yap berangkat ke negeri kincir angin melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas
Sekembali ke tanah air, ia mulai berkiprah sebagai seorang advokat sejak 1948. Pada mulanya menjadi pengacara warga keturunan Tionghoa di Jakarta. Setelah lebih berpengalaman,
Sejak aktif sebagai advokat itu,
Dalam rangka memperkuat perlawanannya terhadap penindasan dan tindakan diskriminatif yang dialami keturunan Tionghoa,
Nama Yap muncul ke permukaan setelah ia terlibat dalam perdebatan di Konstituante pada 1959. Ketika itu, sebagai seorang anggota DPR dan Konstituante keturunan Tionghoa, ia menolak kebijakan fraksinya yang mendapat tekanan dari pemerintah. Ia satu-satunya anggota Konstituante yang menentang UUD 1945 karena keberadaan Pasal 6 yang diskriminatif dan konsep kepresidenan yang terlalu kuat.
Perjalanan karir dan perjuangannya juga ditopang dengan kuat oleh Sang Isteri, Tan Gian Khing Nio, yang berprofesi guru. Mereka dikaruniai dua anak dan empat cucu.
Bagi keluarganya,
Namun, setinggi apapun semangat itu, tak ada manusia yang kuasa menolak kematian. Begitu pula bagi
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home