Revolusi Tai Kucing

Mencari Kemungkinan, Dalam Ruang Ketidakmungkinan
Ritme Dialektika Sebuah Kenihilan..
Selamat Tinggal Pengatas namaan Segala Bentuk Pelabelan....
Selamat Datang Absurditas, Dan Lahir Menjadi Realitas..

Sunday, April 06, 2008

Tabling FNB (Food Not Bombs ) Bandung, kesekian kali


Cuaca mendung, Minggu siang Bandung waktu itu, ada sebersit suasana berbeda untuk mencoba memulai catatan kecil hidup, sedikit kugoreskan dalam ranah sejarah, dalam pengejewantahan hal kecil sebuah keyakinan sebagai media perubahan, kapan..???

Aku tak tahu, tapi setidaknya ..pasti terjadi…

Sebuah hal kecil untuk memasak bersama, mendistribusikan bersama, makan bersama.

Karena semua pun tahu perubahan tidak akan terjadi dalam balutan umpatan ataupun akumulasi kejengahan, yang hanya terlontar media onani tulisan, atau menertawakan bersama teman di selingi botol-botol minuman…

Dan cukup berucap….” Sial, hidup ini Lur….!!!”

Ya…proses yang masih setia kita jalanai, manifestasi kemuakan system dari sebuah konswekensi tentang masih begitu banyaknya makanan yang terbuang, sementara di sisi lain masih banyak pula mereka yang kelaparan.

Dan cukup dicekoki Isme-isme kebangsaan atau moralitas kesabaran untuk mengganjal perut mereka yang kelaparan.

Sementara apa yang seharusnya bisa untuk kita nikmati bersama, tergantikan dengan neraka rakitan atas nama “pertahanan dan keamanan kebangsaan”

Akh…sombong sekali kita ini teman…???

Aku fikir, tidak..!!!

Cukup sederhana dan tidak terlalu mengada-ada untuk memberi arti dalam hidup ini, ketika semua sudah terlabeli dengan harga-harga mati…

Hanya keinginan, bukan sekumpulan latah korban keganasan hegemoni pemikiran untung dan rugi.

“Sendiri Melawan Dunia…!!!”

Kalimat itu begitu menghibur, dari tulisan sablonan di kaos yang teman kenakan…

11.30

Aku terbangun, dari alarm yang sengaja aku pasang.

“bangun tidur kuterus mandi..”

Memang kenapa, kalau bangun tidur tidak langsung mandi..????

Tersenyum teringat dengan pola yang selalu ditawarkan dalam rangka keteraturan hidup.

Bagaimana kental dirasakan sebuah pola yang normative

Tidur teratur, mandi, sekolah/kuliah, pulang, belajar, sudah besar bekerja, sudah bekerja menikah, punya anak, rajin ibadah…bla..bla..bla..

Ha..ha..ha..ha….apa bedanya dengan ayam…bertelur, mengerami, cari makan bersama, petang pulang, pagi pergi lagi…

Hari ini aku masih belum memutuskan untuk pergi ke Unpar atau ke Jln gagak untuk tabling bersama.

Itu sebenarnya alasan kenapa jarang ikut tabling beberapa minggu ini, karena bertabrakan dengan agenda rutin tentang “Crisis Center” yang coba masih dirumuskan dan terus kita lakukan upayanya.

Sudahlah, aku yakin untuk memutuskan, ke jln gagak dan tabling bersama di taman cikapayang Dago nantinya.

Kenapa..???

Ada kerinduan kecil untuk tidak melulu berjibaku dengan teoritik argumentasi perdebatan perubahan sosial, tapi ingin sedikit tersenyum sambil melakukan hal kecil memasak dan mendistribusikan sebagai ungkapan yang juga tidak jauh lebih penting dari pertemuan tadi.

14.00

Melangkah ke luar, menunggu angkutan kota dari arah Cikutra –Pahlawan, disambung ke jurusan menuju jalan gagak.

Ada beberapa teman sudah memulai kerja nyata , memotong sayur dan menanak nasi, tanpa hierarki legitimasi komando.

Cupy, Sarah, Mela, dan Ezy.

Aku datang bergabung dan belum hilang ternyata “paham dan adat tua” mereka, usil menyentil tentang kalung yang sering aku kenakan…

Ungkapan-ungkapan guyonan cukup menjadi menu tambahan selain obrolan-obrolan ringan lain untuk bersama dikonsumsi sebelum makanan yang kita masak jadi.

Adalah untuk bersama sepakat memasak sop, dan oseng kacang panjang, juga Kol goreng, ditambah emping goreng….

Plus lalap timun.

Mmmm…cukuplah,

Tidak lama teman yang lain Dhani tremor, Nona Monik, Diki datang.

Dhani sedikit wajah pucat dari derita typus yang baru saja di derita, dan menjadi media ampuh untuk menakut-nakuti tidak makan gorengan, nasi panas, dll.

Tapi juga jadi pembelaan ternyata..

” wah aku jangan bawa meja deh ke tamannya, kan lagi masa penyembuhan….!!”

Ambil rebutan bagian posisi membawa perlengkapan ke taman Cilapayang masih menjadi Susana yang menyenangkan.

17.00

Sampai di taman Cikapayang Dago, semua bisa menikmati makanan yang kita olah bersama.

Siapapun anda….!!!

Cukup senang melihat hasil masakan habis dalam waktu hitungan menit.

Ada ketakutan tentang makanan yang kurang enak, kadang….

Di situ aku bisa merasakan kenapa dulu ibuku selalu sedih kalau makanan yang di meja tidak habis termakan, sampai bahkan basi.

Bukan hanya itu, sebab aku tahu Ibuku pun kadang sampai menghutang hanya untuk urusan bagaimana agar anak-anaknya kenyang….

Ffffiiiuuuhhh……

Rilian yang tidak lama kemudian datang, juga Frans, ada juga Anggi, dan ada Dewi yang tidak sengaja lewat ke taman.

Ada seseorang sebenarnya memang aku tungu kehadirannya, dan ternyata memberi kabar ketidak bisa hadirannya.

Akh..kecewa aku nona….

Senja merambat malam, sedikit obrolan tentang evaluasi, lebih banyak membicarakan usulan-usulan tentang Microfest 2008 yang dirancang, juga keadaan teman lain yang tidak datang, ataupun lebih banyak tentang obrolan-obrolan lain yang sedikit mengundang tawa.

Bersama kembali ke jalan Gagak, untuk membersihkan peralatan makan dan membereskan hal-hal lain yang diperlukan.

Tidak lama, masing-masing kembali dengan sengkarut pemikiran yang sedang dialami, permasalahan yang harus, dan mau tidak mau tetap kita jalani.

Kembali ke rumah, kostan, ataupun rumah tebengan.

Tapi setidaknya, kita punya hari ini untuk sedikit tersenyum, tertawa lepas sambil memaki kepenatan kalau perlu.

Satu kali dalam seminggu…..

Semoga cukup……..


Catatan Tabling FNB (Food Not Bombs) Bandung, Minggu 6 april 2008, Taman Cikapayang Dago

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home