Revolusi Tai Kucing

Mencari Kemungkinan, Dalam Ruang Ketidakmungkinan
Ritme Dialektika Sebuah Kenihilan..
Selamat Tinggal Pengatas namaan Segala Bentuk Pelabelan....
Selamat Datang Absurditas, Dan Lahir Menjadi Realitas..

Saturday, August 04, 2007

Hak Asasi Binatang 1


Hak Asasi Binatang 1

Seno Gumira Ajidarma

Dalam film Apocalypto yang disutradarai Mel Gibson, kita akan melihat manusia mengorbankan manusia lain demi penyembahan Dewa Matahari. Bila keyakinan lain yang mana pun merasa telah berbuat lebih manusiawi dengan tidak mengorbankan manusia, melainkan binatang, apakah pendapat binatang itu sendiri?

Kata Bapak Guru, binatang tidak berakal. Itulah sebabnya manusia yang berakal budi perlu mengembangkan akal budinya untuk menempatkan diri dalam sudut pandang binatang. Bagaimana kalau Anda baru enak-enak mencari makan ditangkap manusia dan disembelih atas nama peradaban mulia yang disebut beragama? Dalam konferensi burung-burung, seekor cucakrawa berkata, "Aneh betul perilaku manusia. Untuk upacara keagamaannya ia menyembelih makhluk lain. Kenapa ia tidak mengorbankan spesiesnya sendiri? Enak bener! Bilang makhluk lain lebih rendah derajatnya, lantas merasa berhak membuatnya jadi korban!"

Memang itulah pertanyaannya. Benarkah salah satu hak asasi manusia adalah membunuh makhluk lain, demi kelanjutan hidupnya sendiri secara spiritual dalam upacara agama, maupun secara jasmaniah dalam kehidupannya sehari-hari? Seorang anak kecil memegang kepala ayam goreng pada lehernya dan memainkannya seperti dalang. "Aku mungkin hidup lebih bahagia kalau kamu tidak sedang memakanku," katanya. Ada cerita tentang surga bagi binatang dan tentu saja teori bahwa makhluk yang berperilaku baik akan lahir kembali dalam derajat lebih tinggi.

Tentu ini memang hanya teori, yang juga akan terpertanyakan secara teoretik: "Apakah setelah menjadi makhluk tertinggi dan termulia lantas mempunyai hak berperilaku buruk, sehingga lahir kembali sebagai kuda, demi terpenuhinya suatu lingkaran sempurna?" Hmm. Cakra Manggilingan?

Pertanyaan semacam itu tidak bisa dan mungkin tidak perlu dijawab. Namun pertanyaan-pertanyaan tak berjawab mempunyai hak asasi untuk tetap disuarakan, demi terdengarnya pertanyaan itu sendiri.

***

Pagi yang indah diwarnai suara burung berkicau. Bukankah luar biasa makhluk yang bernama manusia ini, ketika dalam ketenangan dunia menikmati kemerduan suara burung, pada dasarnya ia merenggut kebebasan burung itu sendiri? Barangkali ia membeli burung itu di pasar burung. Ini berarti terdapat dua kemungkinan: apakah burung itu telah dijerat, ataukah burung itu telah dipelihara sejak menetas dari telur-yang jelas kemungkinan mana pun berakhir dalam sangkar.

Maka, benarkah suara kicau burung itu mewakili sambutannya kepada pagi yang cerah? Seperti makna yang dibebankan dalam lagu-lagu untuk anak kecil? Siapa yang bisa menjamin bahwa suara burung itu tidak mewakili derita seekor burung yang dengan sayapnya bisa terbang bebas di angkasa raya? Benarkah tidak mungkin, bahwa kicau burung yang menurut manusia begitu indahnya, ternyata mewakili kerinduan makhluk yang sebatang kara terpisah dari induk dan saudara-saudara seeramannya? Tak kurang-kurangnya manusia mengibaratkan nasib malang bagaikan burung dalam sangkar -mungkinkah itu hanya keindahan bahasa pada lidah tak bertulang?

Bahwa kemudian terdapat rekaman suara kicau berbagai burung, yang sebagai kualitas bunyi musikalitasnya memang luar biasa, belumlah tentu bisa dianggap mengurangi dosa, mentang-mentang tidak berasal dari burung dalam sangkar -karena ini juga bisa dimaknai sebagai eksploitasi dalam ketidakbebasan makhluk lain yang cukup kurang ajar. Penjual dan pembeli menanggung dosa peradaban yang sama.

***

Melarang orang memakan pecel lele akan disebut melanggar hak asasi manusia, bukan? Begitu juga melarang, apalagi menghukum,jual beli perkutut, poksay, jalak, podang, murai, dan lain sebagainya di pasar burung, justru akan dianggap kurang beres pikiran. Benarkah berbahagia di atas penderitaan makhluk lain merupakan hak asasi manusia?

Mari kita berpikir.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home