Revolusi Tai Kucing

Mencari Kemungkinan, Dalam Ruang Ketidakmungkinan
Ritme Dialektika Sebuah Kenihilan..
Selamat Tinggal Pengatas namaan Segala Bentuk Pelabelan....
Selamat Datang Absurditas, Dan Lahir Menjadi Realitas..

Monday, February 25, 2008

Dini hari, antara Barisan Nisan, Puritan & Nekrodamus…


Atas nama kegelisahan yang harus termaklumi dengan cekokan takdir yang nadir mengalir…

lebih banyak dari koleksi firman tuhan atas nama kaidah yang membanyol dari perantara idealisme langitan…

surga puritan ataupun semacam neraka rakitan…

Setidaknya itu yang kudengar dalam nalar yang nanar mendengarkan dirimu berkoar dalam rekaman orasi balutan variasi prosa dan ritme hentakan alunan jalanan…

Terus hentakan itu berlanjutkan sebuah konstitusi imajiner fragmentasi nilai lebih legitimasi anak negeri yang berjibaku untuk naik haji...

Perantara-perantara libido Victoria akhlak pajangan, moral ketengan…

Dan irama lain menyahut, fasis yang baik adalah fasis yang mati…

Bisikan dari barisan nisan untuk selalu memperbesar kemungkinan dalam ruang ketidak mungkinan, ketika dari setiap mereka yang ditemui tidak lagi menemukan sudut kemungkinan…

untuk berkata tidak mungkin tanpa darah mereka mengering…

Pengulangan menemukan maknanya sendiri…

Ketika pagi mengebiri matahari…

Dan hidup tidak lebih dari sebuah topeng mutilasi

Atau seonggok tinja para sosok pembaharu dunia bernama pasar bebas…

Untuk bagaimana menyamankan posisi…

Untuk kemudian memperlakukan hidup seperti AKABRI…

Dan dikebiri matahari…

(Masih setia menikmati dini hari, Antara kegelisahan, Hentakan Homicide Dan Trigger Mortis..)

Labels:

Thursday, February 14, 2008

Catatan FNB (Food Not Bombs) Bandung Dari Pos Antapani, 10 Februari 2008


Sepertiya masih sama, tema dari perjalanan proses FNB Bandung walaupun aku coba dengan pos yang berbeda, Pos Antapani Dan berpraxis kerja di depan Planet Dago.

Juga mungkin karena aku tidak terlalu bisa membedakan ketika apakah itu dikatakan sama atau stagnan, atau mungkin ada perkembangan.

Sepertinya memang hanya dalam ruang batas proses, yang harus terpuaskan dalam ranah pencarian, semoga saja proses tidak menjadi dogma sebuah pengatas namaan.

Pagi menjelang siang, duduk dibonceng motor Oki, bersama di motor lain Aki dan paton, setelah sebelumnya bermalam di rumah Dani.

Cuaca gerimis, dan macet hari minggu sepertinya suasana yang harus dimaklumi, konswekensi sebagai kota jasa, walaupun kenapa tidak pernah terdengar solusi sebuah pembatasan kendaraan apapun jenisnya, sebuah asap dari api sebab kemacetan yang terjadi, berangkat dari logika ukuran jalan tidak akan bertambah, sedangkan kendaraan setiap hari roda dua atau mobil begitu gampang keluar dealer dari sebutan Negara miskin ini.

Dapur pengerjaan masakan di rumah Adi Dong, tidak tahu kenapa namanya memakai imbuhan “Dong”.

Sampai di rumah, tuan rumah sendirian ditinggal, anggota keluarga lain ke luar kota.

Pintu diketuk, cukup lama menerima sahutan, celetukan guyonan “engke heula, tanggung keur coli ieu” ha..ha..ha…, sepertinya lupa sejenak jengah persoalan yang harus dikonsomsi tiap hari.

Tidak lama, pintu dibuka sapaan tuan rumah “Arasup We” yang terdengar akrab tidak dipaksakan, tidak seperti yang sowan ke rumah pejabat atau ajeungan harus datang bawa amplopan dan basa-basi ngalor ngidul.

Sementara Oki, langsung pergi ke rumah saudaranya dan memutuskan untuk pergi ke Pos Gagak, maka tinggallah aku, paton, Aki, dan Adi, tidak lama kemudian disusul Rima dan Samsu.

Menu Capcay menjadi pilihan, kasih sedikit inovasi tambah bikin gorengan bala-bala Bung lur, begitu mereka mencoba menyebutnya, karena dari bahan terbatas sedangkan sisi lain memaksa ingin menu yag variatif.

Masak-memasak dilselingi obrolan dari mulai mereka yang mati menonton konser di AACC sebanyak 10 orang, ada juga ngobrolin musik “Cinta Melulu” nya Efek Rumah Kaca, mengkritik mainstream musik yang hanya cinta melulu, ada juga lagu “belanja sampai mati”, juga lagu “di udara” yang ditujukan untuk almarhum Munir walaupun tidak secara spesifik.

Ini juga yang kadang masih menjadi pertanyaan, ketika terlalu asyik mengerjakan sesuatu dan begitu cepat waktu berlalu, tahu-tahu sudah waktunya untuk tabling, padahal waktu sama Sehari semalam 24 jam.

Pasukan berangkat, tiga motor, enam personil, sedikit gerimis agak romantis, sayang tidak ada pasangan yang bisa diajak berbagi kisah dramatis…

Makan bersama ditambah bagi leaflet yang aku lakukan dengan paton, sebelum hujan besar mengguyur, sedikit sisa sayur dan nasi dibawa langsung lari ke arah apotek depan jalan sekedar berteduh dari siraman hujan.

Ada Ipul kecil yang sering dipanggil “paton junior” sama anak-anak, karena katanya “cengosnya” mirip paton…

Lagi-lagi sebuah pertanyaan kemudian datang, acara makan bersama hanya kita yang melakukan dengan teman pengamen, asongan, atau mereka yang katanya penganggu ketertiban kota, padahal tidak ada sebersit niat untuk bersedekah kepada mereka, sekali lagi ini makan bersama.!!! Lantas..???

Apakah karena hanya mereka yang lebih membutuhkan, atau gengsi yang sudah tereduksi makan bersama mereka berarti gembel juga.

Kalau masalah itu, aku ikrarkan bahwa aku juga gembel tidak jauh seperti mereka, hanya sedikit beruntung dapat tebengan tempat tidur tumpangan dan sesekali ada proyekan kecil-kecilan, hanya itu saja.

Catatan lain, mungkin nantinya setelah tabling ada evaluasi untuk teman-teman sel Antapani, termasuk pertanyaan-pertanyaan yang datang ketika tabling dilakukan.

Dan diobrolin bersama.

Pulang ke antapani, nyuci sisa perkakas tabling tambah ngopi menunggu sekalian Adi Dong, yang menjemput seseorang.

Setelah semua selelsai, bertiga Aku, paton, Aki naik motor bersama pulang, menyisakan aku dan paton, karena rumah aki tidak jauh kemudian di simpang jalan.

Niat kemudian aku dan Paton menuju Cikapayang gabung dengan Sel Cikapayang, nihil ternyata semua sudah pulang.

Turun di Cikapayang, paton melanjutkan laju kendaraan sebab ada kerjaan yang menunggu, apalagi kalau bukan kerjaan kuliahan.

Sedangakan aku, beberapa lama terpaku di sisi jalan Cikapayang dan memutuskan pulang jalan kaki sembari menggelayut pertanyaan yang walaupun aku temukan jawaban pasti akan bermetamorfosis menjadi pertanyaan baru, Jalan salah satu hal yang senang aku lakukan sembari ditemani MP3 menyanyikan lagu…

”aku bisa tenggelam di lautan, aku bisa mati di trotoar jalan, aku bisa mati di racun di udara, tapi aku tak pernah mati, tak akan pernah berhenti….”

Tabik,

Ifanov

Labels: