Revolusi Tai Kucing

Mencari Kemungkinan, Dalam Ruang Ketidakmungkinan
Ritme Dialektika Sebuah Kenihilan..
Selamat Tinggal Pengatas namaan Segala Bentuk Pelabelan....
Selamat Datang Absurditas, Dan Lahir Menjadi Realitas..

Tuesday, October 23, 2007

MAK, BAPAK,CAK….


Atas nama bacot ideology komersialisasi….

Telinga pengap, mata kusam, jengah realita kenyataan….

Atas nama sumpah serapah kemakmuran…

Pengagungan mimpi alih derita surga utopi….

Satu tema tentang pengorbanan, tema lain tentang perut buncit logika kesejahteraan…

Adalah kebiadaban menjual tumbal kemanusiaan…

Moralitas semu pegangan kuat doktrin surga pembayaran darah sesama…

Sambil berteriak memaki seolah ridho Illahi…

Akh…..realita memang beda dengan dunia mimpi ala janji surga, pertanyaan selanjutnya kenapa tidak termaterikan surga di dunia…

Yang ada kau kunyah terus wacana kesucian merasa wakil tuhan di atas luka kemanusiaan…

Baiat kafir kau sandangkan pada pluralitas kemanusiaan layaknya kau anggap anjing kudisan…

Ritme teriakan kumandang pengatas-namaan pengeyahan setan…

Terus sajalah kau berkumandang, dalam jengah kupingku mendengar teriakan sompral ayat-ayat kemunafikan…

Aku hanya tahu seorang Muhammad yang penuh kebijaksanaan, dalam membalas lemparan kotoran dengan senyuman bahkan memaafkan..

Atau Sisi lain mereka para penjaga stabilitas dengan melibas siapa saja, hanya karena membaca karya Albert Camus ….

Dan Siapa yang berfikiran beda harus mampus….

Kalau begitu simpan saja Konstitusi imajinatif yang hanya dibacakan dalam upacara tiang bendera tiap awal minggu dengan seragam berbaju….

Ketika hanya mempertanyakan kenapa banyak pembantaian….

Dengannya kau mendesisis sinis….

Tidak ada dalam kamusmu istilah pluralis…

Yang ada hanya nasionalis buta yang lambat laun menjelma ala nazi fasis ….

Berpraxis dalam tatanan-tatanan alam pemikiran idealis yang tidak lebih menjadi kepentingan-kepentingan opurtunis…

Dengannya menjadi legitimasimu untuk memberangus alam pemikiran strukturalis materialis dalam ranah dialektis…

Klasik, serta merta kau berdalih subversif dan cukup meneriaki anjing komunis…

Akh….tidakkah kau bertanya atau setidaknya kritis terhadap historis…

Jengah aku mendengar isme-ime kiri kanan yang digembar-gemborkan

Menjanjikan kemakmuran…

Tidak lebih bedanya dengan pamflet iklan, atau tukang jamu di pasaran…

Dan tidak lebih hanya sebagai batu loncatan tai kucig kekuasaan…

Terus dan teus begitu lagi bak rantai setan…..

Dan halal menginjak-injak kemanusiaan ….

Katamu darah kemanusiaan adalah harga mati dari dominan kekuasaan…

Bilang saja kau tidak siap dengan perubahan…

Dan sedikit gerah tak pernah goyah kemapanan diatas berjuta bangkai atas nama manusia….

Dalam suasana alam berbeda….

Dalam perubahan yang mengagetkan ala dekonstruksi derida….

Sambil membubarkan diskusi dan menangkap dari mereka yang berani bertanya kenapa….????

Kau anggap Inkonstitusional ketika kami menggugat biaya pendidikan..

Atau tak bisanya kami menikmati bangku kuliahan…

Atau sekedar mencari tahu kenapa ’65 begitu banyak yang meregang nyawa hingga katanya berjuta…

Apa salahnya bertanya…???!!!!

Dengan incaran mata-mata Intel Kodam seolah-olah kami musuh negara…

Seolah berbahaya dari konsep pemikiran yang nyata membunuh beribu manusia…

Tema revolusi Ideologi bintang bulan sabit, kebenaran absolut bumi dan langit, atau mimpi utopi ala palu dan arit, atau juga rasisme ala sampit….

Salam Tai Kucing atas ideology brengsek yang selalu mengejek, meninggalkan logika berfikir ala kakek-kakek.

Harus tunduk dalam irama keseragaman berbaris dan menurut, dakwaan indoktrinasi nasionalisasi ala ABRI…

Jangan kau mimpi bisa menyeragamkan fikiranku, dengan alasan pendisiplinan atau bau tengik sebuah pedoman dan penghayatan, yang tak pernah diamalkan…

Akh….dimana kata-kata pembukaan Konstitusi Pancasila semua warga negara adalah sama…

Selain hanya menjadi tidak lebih legitimasi kelas borjuasi dan yang berkuasa….

Ataukah mungkin menjadi realita macam secatatan coretan Pramoedya tentang pembubaran Negara….???

Aku Bangga dengan mereka yang berani membela kaum papa

Tanpa mau tahu pelukan khas ala bangsa, bahasa, atau sentimentil surga ala agama….

Rela menjadi martir atas nama takdir yang mampir menjemput Munir…

Satu tulisanmu adaptasi kearifan dan memanifestasikan dalam pengejawantahan satu teriakan “Awas Racun Lupa…!!!!!”

Rela menjadi martir atas nama takdir yang mampir menjemput Munir…

Aku hanya tahu sosokmu dari kesaksian mereka atas luka yang menganga menangis miris dari seorang ibu yang anaknya di tembak mati hanya berteriak lantang sebuah perubahan…

Dalam tangis tertahan, mengapa harus anak kami..????

Dengannya kau selalu berpose hitam buah bela sungkawa sehitam pengadilan penembakan mati anakmu….

Ibu…. aku teringat dirimu, satu pesan tentang penghormatan kepada perempuan yang aku tahu kau mengucapkan di sela tangis perlakuan bapak, dengan khas bau minuman murahan berteriak sambil mencekik botol dan menenggak….

Hantaman keras tema klasik dakwaan bengis seorang pelacur ditambah terkaman sebuah system kemiskinan terstruktural yang mungkin kau tak sadar, dan masih tekun percaya semua akan berubah dengan doa…

Semoga ibu….

Maafkan anakmu, ibu….

Aku bangga menjadi anak dari bapak seorang bajingan dan ibu yang pernah masuk rumah sakit jiwa dianggap gila, dengannya kau hanya menjawab goresan air mata kesabaran…

Aku sayang kalian……

Kini Aku besar menjadi anak zaman ….

Dalam ritme hidup sebuah kenihilan…

Selamat tinggal pengatas namaan segala bentuk pelabelan….

Segenggam darah perlawanan…..

Dan Sebait Syahadat Kemanusiaan….

Rela menjadi martir atas nama takdir yang mampir menjemput Munir…

(Malam lebaran 2007, KontraS Jakarta)

Labels:

Friday, October 05, 2007

( Kisah I ) ...

6 Desember 1984, Terlahir seorang bayi, diberi nama Husni Kanifan , di kota Magelang Jawa-Tengah. Pasangan Haeban Efendi, dan istri Susmiyati.

Ketiga dari keempat bersaudara.

Anak kandung dari seorang ayah pecandu alkohol, dan seorang ibu yang pernah gila sampai masuk Rumah sakit Jiwa, buah hantaman keras tema klasik dakwaan bengis seorang pelacur ditambah terkaman sebuah system kemiskinan terstruktural yang mungkin dia tak sadar, dan masih tekun percaya semua akan berubah dengan doanya.

Semoga ibu….

Pemandangan sedari kecil ketika sang bapak harus selalu berteriak-teriak ketika menenggak, sambil menjambak rambut ibuku….

Dengan paksaan harus mengakui bahwa “kau pernah tidur, dengan musuh-musuhku..”

“jawab, suse….!!!!”

Teriak bapakku….

Air mata, dan rintihan ibuku, ditambah melodi keras tangisku, kakakku, dan adikku…

Sekiranya itu yang aku ingat dimana masa kanak-kanaku….

Disamping jatah nasi bungkus untuk makan sehari-hari yang ibu beli 8 bungkus.

Satu dimakan siang, dan satunya dimakan malam..

Jadi masing-masing mendapat 2 bungkus.

Kakakku yang pertama tidak mendapat jatah karena sedari kecil, dia ikut dengan neneknya.

Dan untuk bapakku, ibu tak pernah membelikan, karena dia jarang ada di rumah…

Dan pulang tidak tentu, ada 2 bulan sekali atau lebih lama..

Yang sering kadang jatah nasi untuk malam, ketika di makan ada rasa sedikit asam…

Atau kadang aku mencuri jatah nasi adikku, karena paling dia hanya akan menangis, dan paling aku akan dimarahi ibu, dan aku bisa lari…

Dan sekalinya bapak pulang adalah pelampiasan ala kelaki-lakianya, ditambah mungkin hanya ingin menggauli ibuku….karena tidak punya uang pergi ke lokalisasi…

Aku tahu ibuku cantik, setidaknya itu aku lihat dari foto-fotonya jaman remaja, dan foto pernikahanya dengan bapakku…

Ibuku sebelumnya pernah menikah dengan pilihan orang tuanya, laki-laki yang punya bintik-bintik semacam jerawat besar di wajah dan tubuhnya dikarenakan apa aku tak tahu.

Tapi yang pasti laki-laki itu kaya…

Itu sebabnya mungkin ibuku dijodohkan dengan lelaki tersebut, aku tak tahu siapa namanya, atau bahkan proses percerian atau bagaimana, sampai ibuku setelah itu menikah dengan bapakku.

Masa kecilku penyakitan, dan autis.

Atau sering aku berpura-pura sakit agar ibu sedikit bisa memanjakanku, sekedar aku bisa makan soto ayam kesukaanku.

Karena aku tahu, ibu tak akan mampu membeli itu setiap hari.

Dan, ibuku yang menagis di sela-sela Sholat nya yang sering aku lihat.

Aku tak tahu waktu itu dia kenapa sering menangis…

Kami tidur Di satu ranjang yang ditiduri aku , adikku, kakakku, dan ibuku sendiri.

Rumah yang seperti lorong dan menyatu dengan bermacam-macam alat-alat dapur tradisional, semacam centong nasi kayu, angklo (alat memasak yang bahan bakarnya dari arang), ada juga kendi, ceting (wadah nasi dari anyaman bambu).

Untuk dijual, dan pas dengan rumahku yang bersebelahan dengan pasar.

Bau pesing di kasur yang kami tiduri, karena seringnya aku ngompol, atau kadang juga adikku, dan paginya ibu paling hanya mengomel.

Kebiasaan mengompolku sampai aku kelas 3 SD.

Berkelahi dengan saudara-saudaraku, bukan hal yang aneh lagi.

Hanya alas an saling rebuatan makanan, mainan, atau hal-hal sepele yang lainnya.

Kami berhenti berkelahi kalau ibu sudah bilang…

“Kalau berkelahi satu pakai golok, satu pake pacul, biar nggak tanggung-tanggung..”

Atau ada kalanya dia hanya menangis…..

Kisah (II) 1988

Aku Diasuh oleh adik bapakku, yang tidak punya anak, di daerah kebumen…..

Dan pertama sekolah Taman kanak-kanak…

Aku jahil, menganggu teman sampai menangis, dan kalau sudah menagis aku ikut juga menangis supaya tidak disalahkan….

(Bersambung)

Labels:

Kisah (III)

Selanjutnya yang aku ingat adalah jaman aku SD, lebih banyak aku habiskan dengan label sebagai seorang pemurung…

Setidaknya ada yang aku lakukan, untuk sekedar membantu ibuku.

Kadang pas musim buah rambutan, dimana memang buah rambutan menjadi ciri khas dari kota ku, biasanya aku mencari isi buah rambutan.

Orang Magelang menyebutnya “Kleci” biasanya aku mencari pas pulang sekolah.

Sekitar pukul 13.00 siang sampai sore atau magrib.

Jarak untuk mencari “Kleci” biasanya aku tempuh sekitar 7-8 kilometer.

Biasanya aku lakukan bersama teman-teman, atau juga kadang sendiri.

Aku masih ingat waktu itu, 1 Kg “kleci” dihargai Rp 750.

Dalam sehari mungkin aku mendapatkan 2-3 Kg.

Lebih banyak hasilnya aku gunakan untuk menonton film di biskop.

waktu itu aku sering mengahabiskannya untuk nonton film di bioskop, daripada untuk sekedar membantu ibu.

Karcis bioskop waktu itu Rp 1.500,00.

Film favorit yang sering aku tonton adalah film kungfu.

Masa SMP aku ingat lebih sering tawuran…

Masa SMA aku masuk Aliyah sekalian Pesantren.

Aku kira waktu itu dunia pesantren, bagai dunia suci yang jauh dari hangar bingar keduniawian….

Ternyata tidak, tidak jauh lebih brengsek dengan dunia jalanan yang sesudahnya aku jalani nantinya….

Bahkan lebih jujur dengan dunia jalanan itu sendiri…

(Bersambung)

Labels: