Revolusi Tai Kucing

Mencari Kemungkinan, Dalam Ruang Ketidakmungkinan
Ritme Dialektika Sebuah Kenihilan..
Selamat Tinggal Pengatas namaan Segala Bentuk Pelabelan....
Selamat Datang Absurditas, Dan Lahir Menjadi Realitas..

Thursday, March 27, 2008

Munir, Antara Perjuangan HAM dan Kaos Oblong



“Mereka menenteng senjata, mereka menembak rakyat, tapi kemudian bersembunyi di balik keteng kekuasaan....

Apakah akan kita biarkan orang-orang itu tetap gagah..??

Mereka harus bertanggung jawab, sampai detik manapun..!!”

Itu adalah sekelumit dari orasi Munir Said Thalib, sebelum beberapa minggu dia meninggal.

Hingga tahun ke tiga sampai saat ini kematiannya masih menyisakan misteri.

Kenapa, mengapa, alasan apa, seorang Munir kemudian mati secara mendadak, dan kemudian diketahui bahwa kematianya disebabkan oleh racun Arsenic dalam kadar tinggi.

Juga diketehaui belakangan, bahwa kematian Munir sengaja atau direncanakan oleh berbagai pihak yang tidak menyenanginya.

Lantas siapa yang tidak menyenangi Munir, dan kenapa dia tidak disenangi?

Munir Said Thalib, SH lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965. Kepergiannya meninggalkan seorang istri bernama Suciwati dan dua orang anak bernama Sultan Alief Allende dan Diva. Sebelum menceburkan diri secara penuh dalam dunia ”aktivis”, dia sempat bekerja di sebuah perusahaan persewaan sound system dan menjual alat-alat elektronik. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang tahun 1985 ini, memulai karirnya di LBH Pos Malang. Ia masuk sebagai sukarelawan di LBH Pos Malang tahun 1989. Munir memulai seluruh kerjanya dari "basis" buruh dan petani.

Kemudian Munir pindah ke Surabaya dan menjadi Koordinator Divisi Perburuhan dan Divisi Hak Sipil Politik LBH. Tahun 1993 Munir diangkat menjadi Ketua Bidang Operasional LBH Surabaya sampai 1995. Karir Munir di LBH terus berlanjut. Usai menjabat Ketua Bidang Operasional LBH Surabaya, ia dipromosikan menjadi direktur LBH Semarang. Ia hanya tiga bulan di Semarang, kemudian ditarik ke Jakarta menjadi Sekretaris Bidang Operasional Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Kemudian Munir menjadi pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) serta menjadi Koordinator Badan Pekerja di LSM ini. Di lembaga inilah nama Munir mulai dikenal, saat dia melakukan advokasi terhadap para aktivis yang menjadi korban penculikan rejim penguasa saat itu. Perjuangan Munir tentunya tak luput dari berbagai teror berupa ancaman kekerasan dan pembunuhan terhadap diri dan keluarganya. Usai kepengurusannya di KontraS, Munir ikut mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial, di mana ia menjabat sebagai Direktur Eksekutif.

Saat menjabat Koordinator KontraS namanya tenar sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus. Setelah Suharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus (waktu itu) Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota Tim Mawar.

Juga, dimana usahanya untuk menguak kasus-kasus, pelanggaran HAM berat masa lalu.

Seperti Tanjung Priok, Talangsari, DOM Aceh, penembakan mahasiswa Trisakti, Semanggi I & II, dll.


Itu sekelumit tentang cerita sejarah hidup Munir, dan itu sebabnya mengapa banyak orang menganggap dia sebagai pejuang Hak Asasi Manusia.

Ada hal yang menarik ketika beberapa minggu lalu saya melihat gambar wajah munir terpampang dalam sablonan kaos di sebuah FO yang cukup besar di Bandung, lengkap dengan alat patung peraga yang didandani ala model.

Saya jadi teringat dengan icon Ernesto Che Guevara tokoh Revolusioner legendaris abad XX. Dia jadi ikon revolusi yang potretnya melekat di kaos oblong, poster, pin, dan aksesori lainnya. Kalimat "Hasta la victoria siempre!" yang ditulisnya kepada Castro saat meninggalkan Kuba telah menjadi salam heroik anak-anak muda.

Ada pengalaman lucu, ketika suatu saat saya menghadiri pagelaran musik Underground di Bandung, ketika salah satu kelompok musik tampil dan beberapa personelnya memakai kaos bergambar Che Guevara, teman saya bertanya ”Che Guevara itu, vokalis band apa ya..?”

Begitupun dengan gambar Munir, ada yang pernah bertanya ”itu fotonya Ucok ya..??” (Ucok adalah Vokalis Band HipHop Underground ”Homicide” yang melegenda dan Cukup kontroversial di Bandung)

Karena Band ini pernah membuat aksesoris yang bergambar Munir, juga beberapa karyanya yang memang diperuntukkan untuk almarhum Munir.

Ada kecenderungan sepertinya ketika Ikon-ikon dipakai dan si pemakai merasa dirinya menyatu dengan Ikon yang dipakainya.

Misalkan seorang memakai kaos bergambar Che Guevara, serta merta dirinya merasa sudah Revolusioner.

Tanpa Sadar si pemakai telah masuk ”perangkap” tak-tik marketing dari si produsen, yang mungkin berlawanan dengan esensi dari Ikon yang dipakainya.

Bukan berarti di sini saya mau mengatakan, jangan memakai ikon-ikon semisal Che Guevara ataupun Munir.

Hanya sungguh sayang ketika memakai Ikon tadi kita lupa esensi dari orientasi perjuangannya itu sendiri.

Kalau kita berbicara tentang seorang Munir, juga tidak bisa dilepaskan berbicara tentang apa yang pernah ia perjuangkan semasa hidupnya, perjungan tentang penegakan Hak Asasi Manusia.

Sampai saat dia meninggal, ada beberapa kasus yang masih menjadi PR bagi penegakan Hak Asasi Manusia di Negeri ini.

Kaitannya dengan bagaimana Munir mencoba membongkar pelanggaran HAM masa lalu, seperti kasus 65, Tanjung Priok, Talangsari, Penembakan Misterius, dll.

Atas keberanian dia bersikap membongkar kasus-kasus itu ditengah masih kuatnya Militeisme di negeri ini tidak ayal banyak teror-teror yang dia terima.

Dari pengklaiman seorang Yahudi, atau seorang Komunis sekalipun.

Menarik ketika kita bicara tentang masalah gerakan Kiri di negeri ini, serta merta

gerakan “Kiri” menjadi menakutkan dan dibumbui mitos bahwa gerakan kiri itu komunis, dan komunis pasti atheis, tentu kalau atheis sudah pasti sadis...

Alamak, sebegitu konservatifnya dan sesederhana itukah masalahnya..???

Lantas apakah selain gerakan kiri pasti tidak sadis, belum tentu juga kan..???

Istilah kiri dan kanan dalam percaturan politik biasa terjadi, begitupun di Indonesia.

Tentunya tidak serta merta istilah itu ada, tentu kalau kita merunut sejarah akan sebuah istilah kiri dan kanan begitu panjang dan evolutif.

Kembali tadi tentang masalah Hak Asasi Manusia, Tentu sisi lain kalau kita juga berbicara masalah Hak Asasi Manusia, adalah bukan semata kepemilikan gerakan kiri ataupun kanan.

Hak Asasi Manusia adalah masalah Universal, yaitu hak-hak kodrati setiap manusia.

Seperti Hak untuk hidup layak, hak untuk tidak mendapatkan penyiksaan, hak untuk tidak terdiskriminasi, dll.

Ada hal yang menarik, belum lama ini ada ulasan ketika Koordinator Kontras, Usman Hamid menunjukkan dokumen briefing Intelijen di lingkungan komando teritorial TNI yang ditemukan Kontras.

Dokumen itu meminta militer mewaspadai gerakan kiri atau komunisme yang berlindung di balik isu pro demokrasi dan penegakan Hak Asasi Manusia.

Tentu ini tidak lepas dari peristiwa kontroversial, september 1965.

Terlepas se-kontroversial apapun masalah itu, fakta yang ada pada waktu itu terhitung manusia mati sampai hitungan puluhan ribu bahkan lebih, belum lagi mereka yang dipenjara tanpa proses peradilan, stigmatisasi, pembatasan akses, diskriminasi kewarga negaraan, dll.

Siapa yang bisa membantah itu?

Diperparah lagi ketika gerakan pro demokrasi dan penegakan Hak Asasi Manusia Indonesia saat ini diidentikkan dengan gerakan kiri, sudah barang tentu kemudian dikaitkan mitos turun temurun kiri itu komunis, komunis itu atheis, dan pasti sadis.

Terlau panjang mungkin ketika harus memaparkan tentang sejarah Hak Asasi Manusia itu sendiri, tapi setidaknya deklarasi HAM yang dicetuskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948, tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak peradaban umat manusia setelah dunia mengalami malapetaka akibat kekejaman yang dilakukan negara-negara Fasis dan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.

Deklarasi HAM sedunia itu mengandung makna ganda, baik ke luar (antar negara-negara) maupun ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan di negara-negaranya masing-masing.

Makna ke luar adalah berupa komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar negara-bangsa, agar terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan yang dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM sedunia itu harus senantiasa menjadi ”pengayom” untuk rakyat dari masing-masing negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh pemerintahnya.

Mungkin itu pandangan yang terlalu umum ”Eropa/Amerika” sentris.

Bagaiamana kita juga bisa melihat bahwa pada dasarnya Hak Asasi Manusia juga menjadi pedoman dari setiap agama yang ada.

Kita mengenal konsep Islam dengan Rahmatanlilalamin(rahmat untuk semua alam), atau konsep Kristen dengan kasih sayangnya, ada lagi Budha dengan Welas asihnya, dll

Apa yang dilakukan Munir saat itu juga tidak jauh dari apa yang diuraikan diatas, dia mencoba membongkar kejahatan militeristk di negeri ini yang selalu berlindung di balik tameng kekuasaan.

Pertanyaanya kemudian adalah, apakah menjadi semacam pembenaran ketika membunuh, menyiksa, menculik sah dilakukan kalau atas nama Bangsa?

Bukankah pemaksaan Ideologi Tunggal juga bagian dari pelanggaran Hak Asasi Manusia?

Bukankah munculnya kiri dan kanan pasti akan selalu terjadi dalam ranah politik di negeri ini?

Bukankah Hak Asasi Manusia bukan milik dominasi gerakan kiri ataupun kanan?

Bukankah pelanggaran Hak Asasi manusia juga dilakukan oleh gerakan kiri dan kanan di negeri ini?

Bukankah sejarah negeri ini sampai sekarang, adalah sejarah pelanggaran Hak Asasi Manusia, siapapun rezimnya.

Dan, siapa yang bisa membantah itu...????

Bukankah, perjuangan Hak Asasi Manusia tidak akan berhenti, hanya karena Munir mati..???

Alih-alih perjuangan HAM seperti sudah dilakukan, ketika memakai icon Munir di kaos oblong ataupun mengutip pernyataan Munir, takut-takut hanya akan berhenti pada simbolisasi, lebih parah menjadi mitos.

Kalau itu yang terjadi, kita kalah untuk kesekian kali.

Salam....


Labels:

Wednesday, March 19, 2008

Terima kasih Atas Tamparanmu, Kawan…


Kau menampar dan menelanjangiku dengan ungkapan lugasmu itu, satu eksistensi kesepian dalam wacana penelusuran abjad kehidupanmu sampai saat hari ini.

Kau berujar…. “Dalam hidup ini aku hanya diajarkan untuk kehilangan… Untuk mempertahankan apa yang tidak akan ku miliki…… Untuk mencintai orang yang salah… Untuk menyayangi orang yang akan pergi… Dan untuk menghadapi mimpi dalam hidup nyata.....”

Diam aku mendengar ucapanmu, yang lebih menghentak dari seperti uraian setumpuk buku filsafat idealisme langitan sekalipun, atau petuah bijak ala orang suci…

Sama sekali ucapanmu tidak ada kesan bahwa kau ada dalam sebuah posisi seorang petuah kebajikan…

Kau hanya berujar tentang proses ranah apa yang mereka sebut istiqomah…

Tapi apakah kau tahu…???

Kalimatmu menikam dalam sampai sumsum tulang jiwa sepiku yang aku berharap tidak ada yang akan mendengar…

Juga termuntahkan segala tetek-bengek ranah filosofi prinsipil anjing tai kucing itu…..!! Kau seperti berujar, dengan nada halusmu itu… “Sampai kapan kau akan bersembunyi dan berlindung dalam apologimu itu, bajingan…???!!!”

Akh…tampar saja aku kawan, kalau perlu tendang saja sampai aku terjungkal… dan tubuhku sampai babak belur, kalau itu bisa membuat aku semakin sadar, akan kebajinganku….

Ada semacam ketabahan yang kau selalu mengaitkan dengan seseorang yg pernah melahirkanmu… apa alasan.?

Kadang hanya cerita getir yg kau gulirkan dan yang sempat aku perdengarkan tentang keikhlasan memberi sekaligus kesiapan dlm kehilangan.

Dan aku tangkap sebagai bentuk aktualisasi diri dari penghormatan seorang perempuan ringkih almarhumah seorang ibumu…

Akh...iri aku mendengarkan kisahmu kawan, yg dengan sepenuhnya aku melihat kau terinspirasi dari sebuah kisah yg aku mulai jengah ketika di seberang lain banyak terdengar rentetan kemunafikan bersembunyi di balik dalih kesetaraan….

Aku angkat topi untukmu, kau masih berdiri dan melihat seonggok masa lalu yang kau amini sebagai langkah hidup dlm melihat sisi lain seorang manusia dan kemanusiaan…. Ya...filosofi utk siap dlm kehilangan dalam dialektika hidup, kemudian mati...... Kiranya kau cukup pantas ketika berujar …

Kebahagiaan memang untuk diyakini…..

Labels:

Saturday, March 15, 2008

Perselingkuhan Syariat ambiguitas kemanusiaan..



Katamu, sampai kapan aku akan bertahan menghindari kenyataan…???

Sampai kesimpulan kejengahan mungkin yang kau lontarkan ketika mengatakan dulu tidak kenal, dan anggap saja sekarang juga tidak pernah kenal….

Paradoks, ketika kau selau berucap tentang kepentingan ala silaturahmimu itu dibalik syariat tai kucing yang dulu aku anggap sebagai sebuah solusi...

Ternyata tidak jauh dari sebuah sistem selingkuh orientasi kekuasaan…

Tidakkah juga kau mempertanyakan tentang sesuatu yang kau peluk itu, dibawah ancaman kekafiran jika kau sedikit berpaling untuk menjadi legitimasi pengamanan....

Atau juga janji tidak mendapat surga di atas sana nanti… ???

Aku hanya bertanya kenapa kau bantai, dari mereka yang mengadu argumentasi ancaman rajaman dan setimpal hukuman mati...???

Lantas dengannya kau berambigu untuk tidak mau terlalu terlena dengan pesonanya….

Bohong….!!!!

Kau selalu menapaki sebuah harga-harga konsumerisme atas nama ibadah dan wujudiah tata cara sunah….

Tidakkah lagi kau juga bertanya tentang sudah berapa lama institusimu itu dalam pelukan, katakan dengan lirih hatimu, selain cekokan kesabaran dalam realita himpitan atas sistem nilai lebih yang menikam , dan jalan keluar do'a keimanan...

Aku nyatakan keimananku adalah untuk tidak mengimani sesuatu yang menghisap dan berlindung di balik keberkekalan keagamaan.....

Sudah berapa lama…????

Puluhan tahun…???

Ratusan tahun…???

Ataukah ribuan tahun..???

Ataukah lebih..???

Jawab...!!!!!

Dan apa yang ia berikan..???

Tidakkah kau juga melihat sebuah perselingkuhan di dalamnya atas nama ibadah yang bersembunyi di balik janji sabar sebuah proses poligami….

Seharusnya kau sendiri yang berbicara dan sedikit berkoar..

Jika kau sedikit punya nyali….

Bela kaummu itu…

Yang selalu dicekoki atas nama kesabaran …..

Maaf jika aku sedikit ikut campur dalam ranah institusi syariat sucimu…

Tanpa embel-embel mahluk mulia, atau syariat system kesetaraan...

Dan paling kau akan berujar dengan wajah merah kemarahan, baiat kekafiran...

Aku akan menimpali, siapa yang berhak menyandangkan status suci atau kemurtadan..???

Katakan....aku lebih percaya tentang kemanusiaan daripada firman bacot ketuhanan...

Salam…

Labels:

Friday, March 14, 2008

Kembalilah Kau Bersama Bumi….



Lama Kita tak bersua...

Dulu bersama kita tertawa dan menertawakan masing-masing kepongahan kita..

Bersama merenung membayangkan kita keluar…..

Dari bentuk irasional feodal atas nama pesantren…

Setelah itu…

Kau memilih untuk mendamaikan hidupmu dengan caramu…

Bersama pilihanmu kau mencoba mengamini mitos kebahagiaan keberkeluargaan..

Bukan keberkeluargaan sebenarnya yang membuatmu bahagia..

Tetapi lebih kepada keyakinan akutmu akan itu..

Dan aku lebih memilih hidup dengan cara damaiku juga…

Untuk selalu beralih satu tempat ke tempat lain dalam ritme jalanan yang aku rasakan

Yang ternyata lebih manusiawi daripada institusi keagamaan itu...

Dan…

Lama kita tak bertemu…

Ada bayanganmu sekilas ketika aku meniti jalan…

Sepintas teringat untuk mengajakmu dalam harapan yang sedikit aku coba semaikan…

Walaupun lebih banyak sesuatu yang memuakkan..

Dan ternyata ketika aku coba menemuimu…

Kau telah pergi…

Sendiri....

Selamanya…

Dan tentunya tak pernah kembali…

Selain dari kenangan kepongahan kita...

Dan meninggalkan setumpuk kenangan lainnya

Juga buah kebahagiaan atas pasangan yang kau yakini..

Selamat jalan kawan..

Sebisa mungkin aku coba ciptakan mimpi dulu kita bersama..

Saat meringis bersama menahan lapar ...

Dan harus kenyang dengan cekokan moralitas…

Damai menantimu di sana

.. .....

Sebab di sana

tidak ada tangis dan tawa..

Tenanglah kau kembali bersama bumi…..

(Untuk Andi, pergilah bersama mimpimu....)

Labels:

Saturday, March 08, 2008

"Jatuh Cinta Itu Biasa Saja..."


Kemarin kau bercerita tentang tema anti cinta, dengan mulut mungilmu begitu yakin kau menjelaskan alasan satu sisi tidak berlebihan dalam berperasaan, untuk juga bersiap ketika satu saat ditinggalkan...

sembari asap nikotin mengepul dari mulutmu, yang malas aku menghitung sudah batang keberapa dari awal sore tadi kita bertemu..

Belum paham benar sepertinya aku tentang Ke-Anti Cinta-anmu itu....

Begitu asyik aku mendengar ungkapan-ungkapanmu seolah kau berbicara sebagai sosok lima atau sepuluh tahun diatasmu..

Sesekali juga kau elus Cleo, nama anjing mahal peliharaanmu...

Lebih banyak aku mendengar uraianmu dari mulai keluarga, kisah cinta, teman, pemikiran, juga skripsi yang sedang dalam proses kau kerjakan..

Manggut-manggut sambil sesekali mengiyakan, tapi juga kadang menyanggah, walaupun juga kadang diselingi guyonan...

Dimana dari tertawamu kadang masih tercium aroma Bir yang sempat kau minum tadi sebelum kita ngobrol di kostanmu..

Jam 3 Dini hari, masih asyik kita ngalor ngidul ngobrol, dan aku ingat persis waktu itu kau berbicara masalah kontradiksi ayahmu, yang sudah mulai kau bisa damaikan saat ini..

Dalam hati, aku berbicara ada beberapa hal kesamaan tentang masalah keluarga..

Walaupun aku tidak akan mengatakan bahwa masalah keluargaku jauh lebih tidak beres dari keluargamu..

Sudah malas sepertinya ketika aku akan bercerita bagaimana bapakku yang alkoholik, dan ibuku yang selalu nrimo, dan pemandangan “perang Dunia” menjadi pemandangan masa kecil, dan terus membayang sampai sekarang....

Sudah bosan kalau aku membicarakan masalah itu...

Terus saja nona, kau lanjutkan ceritamu, bisikku dalam hati....

Heran juga sebenarnya aku bisa betah sampai berjam-jam, sepertinya bukan hanya alasan wajahmu yang cukup cantik, tapi lebih aku tersedot kepada uraianmu yang mengalir bak pendongeng yang selalu aku impikan..

Kalau saja, aku sudah kenal lama denganmu, mungkin aku akan meminta bantal dan tidur sambil mendengarkan apa yang kau ceritakan...

Hmm....tidak, aku masih nyaman sekarang duduk di hadapanmu, dengan tema cerita lain yang berbeda, cerita yang sedikit merangsangku untuk ambil bagian dalam obrolan, ketika kau membicarakan wacana-wacana kritik teori yang kau ajukan ke tema skripsi..

Tanpa sadar, dini hari sudah merambah pagi, pukul setengah lima aku ingat betul ketika kau mengeluhkan badanmu yang pegal-pegal...

Sedikit aku pijit bagian belakang kepalamu, tangan, dan kaki bawahmu.

Tersenyum aku melihat mimik wajahmu yang merem melek sambil sesekali menginstruksikan bagian-bagian badan yang kau rasakan pegal.

Setelah aku rasa selesai membantumu, mengantarkan sampai ke kostan, diselingi ngobrol sampai pagi, dan memijitmu

Aku niatkan untuk berpamitan...

Keluar dari kompleks elite kostanmu, sedikit jalan menanjak terlihat megah kampusmu yang memang hanya berjarak hitungan meter, di kawasan Ciumbeluit Bandung

Aku Lebih memilih jalan kaki untuk pulang, sembari menikmati udara pagi....

Bukan pulang ke rumah ataupun ke tempat kostan, karena memang aku tidak punya itu, pulang ke tempat yang oleh teman-temanku sering di sebut Basecamp di kawasan Lengkong besar.

Aku tak menghitung berapa kilometer aku berjalan, setidaknya kalau aku melihat jarum jam ketika sampai, menunjukkan pukul tujuh pagi, dari jam lima lebih aku mulai keluar dari kostannya.

Tak berselang lama sesudah itu, kita bertemu di dunia maya, fasilitas YM coba kita manfaatkan.

Agak bingung, ketika kau berbicara, kau ingin bercinta seperti temanmu yang lain, ingin total berkorban, dan siap dengan konswekensi sakit hati ketika nanti ditinggalkan, juga air mata yang akan menemani di saat-saat perjalanan cinta yang sedang di jalani saat ini...

Bingung....

Begitu sering aku memberikan jawaban di YM media kita berkomunikasi...

Dan kau berucap...”Memang ini konservatif, bodoh, tolol, dll....tapi setidaknya aku ingin merasakan kesejatian cinta..”

Kesejatian cinta...???, apalagi itu..???

Lantas, apakah itu bagian dari “Anti Cinta” mu itu, ataukah dalam sehari kau sudah bisa berbeda sikap..???

Teringat bagaimana kau bercerita akumulasi “anti cinta” mu itu dimulai dari proses panjang, sampai kau bisa menentukan pilihan itu.

Lantas dengan ucapanmu .....

...”Memang ini konservatif, bodoh, dll....tapi setidaknya aku ingin merasakan kesejatian cinta..”

Maksudnya..???

Yang pasti, aku tidak tahu banyak tentang masalah cinta, selain hanya ibarat bunga yang bisa tumbuh tanpa bantuan musim....

Dan, lagu itu masih suka kudengarkan....


“Nada-nada yang minor...

Lagu perselingkuhan...

Atas nama pasar semua begitu bisa...

Elegi patah hati..

Lagu cinta melulu..

Kita memang benar benar melayu...

Suka mendayu-dayu...

Apa karena kuping melayu..

Sukanya yang sendu sendu...”

(Cinta Melulu & Jatuh cinta itu Biasa saja, Efek Rumah Kaca)

Labels: